Rabu, 28 Desember 2016

Tumbuhan Yang Dimanfaatkan Kayunya sebagai Bahan Bangunan Tradisional Bali

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara dengan berbagai macam suku yang tersebar hampir diseluruh wilayahnya. Setiap suku selalu memiliki ciri khas (terlebih pada suku yang masih tradisional) dan menjadi identitas dari hasil kebudayaan. Hasil dari kebudayaan tersebut dapat berupa sesuatu yang bersifat visual seperti halnya seni rupa maupun arsitektur tradisional maupun yang bersifat nonvisual. Hasil kebudayaan yang visual dalam sebuah suku di Indonesia dan menjadi bagian terpenting dari masyarakatnya merupakan arsitektur tradisionalnya. Walaupun era sekarang lebih modern sehingga hampir sebagian kebudayaan Indonesia sudah terpengaruh oleh kebudayaan luar sehingga arsitektur tadisionalnya mulai menghilang, namun masih sebagian dari arsitektur tradisional tersebut masih dapat ditemui sekarang ini di daerah provinsi Bali (Zusron, 2013).
Kebudayaan Bali pada awalnya merupakan kebudayaan sederhana yang kemudian berkembang menjadi sebuah tatanan harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan masyarakat dan alam lingkungan. Hal ini lah yang menjadikan arsitektur tradisional bali menjadi bagian pokok dari masyarakatnya. Didalamnya terdapat beberapa bagian yang mempunyai struktur penempatan tersendiri yang terkadang bersifat tetap. Masyarakat bali mayoritas merupakan penganut agama hindu sehingga pada desain arsitekturnya jelas memperlihatkan pengaruh agama hindu yang kuat. Pernyataan ini didukung bahwa kebanyakan pada rumah tradisional Bali selalu juga dipakai sebagai upacara adat kebudayaan maupun agama, sehingga faktor agama merupakan pertimbangan utama dalam membangun rumah tradisional.
Kayu merupakan bahan utama dalam bangunan.  Orang mengenal kayu dalam pembangunan secara umum sesuai dengan kualitas dan kekuatannya. Namun dalam arsitektur tradisional Bali, di samping kualitas dan kekuatan kayunya, hal mendalam yang dipakai untuk membedakan kayu adalah nilai kesucian dan nilai magisnya. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa masih kurangnya pemahaman untuk memilih jenis kayu yang cocok dalam membangun. Oleh karena itu diperlukan pemahaman akan tumbuhan yang dimanfaatkan kayunya yang cocok untuk bahan bangunan.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam paper ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.      Bagaimana penggunaan kayu sebagai bahan bangunan tradisional Bali?
2.      Tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan tradisional Bali?

1.3  Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui penggunaan kayu sebagai bahan bangunan tradisional Bali.
2.  Untuk mengetahui tumbuhan yang dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan tradisional Bali.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengguaan Kayu sebangai Bahan Bangunan Tradisional Bali
            Kayu untuk bahan bangunan di Bali dibedakan menurut kelompok kesakralan yang dikandung dalam pohon asal kayu itu. Di Lontar Bhuwana Kosa dan Lontar Wrhaspati Tattwa dinyatakan bahwa Ida Sanghyang Widhi yang bermanifestasi sebagai Bhatara Brahma menciptakan isi bumi melalui tahapan proses sebagai  berikut: Setelah air laut disurutkan melalui pembentukan es di kutub utara dan di kutub selatan, maka muncullah daratan. Di atas daratan diciptakanlah pertama kali, pohon dan tumbuh-tumbuhan; setelah itu menyusul binatang pemahan tumbuh-tumbuhan; kemudian binatang pemakan binatang, dan terakhir, manusia.

Menurut Bhagawan Dwija (2011) memaparkan kelompok nama gelar dan aturan penggunaan kayu yang ada sebagai berikut.

Pohon-pohonan yang diciptakan-Nya berurutan dengan nama gelar:

  1. Pohon Prabu, misalnya: cendana (santalum album), wangkal (albizia procera), majagau (dysoxylum caulostachyum), dan nangka (artocarpus heterophyllus)
  2. Pohon Patih, misalnya: menengen (exoecaria agallocha), kutat (planchonia valida), dan jati (tectona grandis)
  3. Pohon Arya, misalnya: cempaka (michelia champaca), belalu (albizia chinensis), dan sentul (sandoricum koetjapi)
  4. Pohon Demung, misalnya: bentenu (melochia arborea), dan teep (artocarpus altilis)
  5. Pohon Tumenggung, misalnya: suren (toona sureni), dan bayur (ptrospermum javanicum)
Agar bangunan mempunyai kekuatan magic yang didasari kesucian sehingga penghuni atau pengguna bangunan mendapatkan kebahagian, ketentraman, kenyamanan, dan keselamatan, maka penggunaan kayu yang berasal dari pohon-pohon tersebut di atas diatur:
  1. Kayu Prabu, untuk bangunan-bangunan pelinggih-pelinggih di Pura dan Sanggah Pamerajan, misalnya: meru, gedong ibu, manjangan saluwang, bale pepelik, dll
  2. Kayu Patih, untuk bangunan-bangunan pendukung di Pura, seperti: bale piasan, bale pameosan, bale gong, gedong simpen, dll
  3. Kayu Arya, untuk bangunan-bangunan sakral di pekarangan rumah tinggal, misalnya: bale gede saka roras, sekepat saka sanga, dan bale petandingan
  4. Kayu Demung, untuk bangunan rumah tinggal, misalnya bale daja, bale dangin, bale dauh, dll
  5. Kayu Tumenggung, untuk bangunan kamar mandi, wc, dapur, dll
Penggunaan jenis kelas kayu yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaan bangunan, disertai pula dengan upacara dan upakara pemelaspas yang tepat sangat disarankan.

2.2 Tumbuhan yang Dimanfaatkan Kayunya sebagai Bahan Bangunan Tradisional Bali
            Sehubungan dengan penggunaan kayu dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Bali, ada tanaman tradisional yang perlu diperhatikan oleh seorang arsitek (undagi). Dalam masyarakat Bali yang banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu yang cukup kompleks, tampaknya stratifikasi sosisal (kelas sosial) tidak hanya dikenal dan dipraktekan dlam kehidupan masyarakat manusia,tetapi juga dikenal dalam klasifikasi jenis kayu pohon dan penggunaannya dalam konteks kontruksi bangunan tradisional Bali. Karena itu seorang undagi (ahli bangunan tradisional), selain mengenal aturan Asta Kosali, dan Astabhumi, dia harus juga mengenal dan paham dengan stratifikasi social berbagai jenis pohon dan pemanfaatannya dalam konteks banguna tradisional Bali (Sardiana, dkk, 2012). Adapun contoh tumbuhan yang dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan tradisional Bali adalah sebagai berikut.

2.2.1 Majagau/ Cempaga/ Dysoxylum densiflorum Miq
Majegau yang dalam bahasa latin disebut Dysoxylum densiflorum merupakan flora identitas provinsi Bali mendampingi Jalak Bali sebagai fauna identitas. Pohon majegau yang sering disebut juga sebagai cempaga merupakan anggota famili Maleaceae (suku mahoni-mahonian).
A. Klasifikasi
Meburut Meyta (2011) memaparkkan klasifikasi majegau sebagai berikut.

Kerajaan
: Plantae
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ5N6w5eKMqxdngmQ0PHyvemfyB8xjHxC6raLEbq-Ysj8kF6H3EjkoP0Ito6hc9NZEOWxPOIQE1y0DoQjHjrQ8pEyQpMrAHrfKfWIz1nHZSr6LKCus3Nfnwc2m1vlQjyPHhiQNhkfsJKmY/s1600/majegau.jpg
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi 
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo 
: Sapindales
Famili
: Meliaceae
Genus 
: Dysoxylum
Spesies
: Dysoxylum densiflorum Miq
B. Morfologi
Tanaman ini berupa pohon, tinggi antara 12 dan 15 meter yang selalu hijau dengan batang yang lurus dan bulat tanpa alur. Batang dilapisi kulit yang kasar, berwarna kelabu atau coklat tua. Kayunya berwarna putih kekuningan dan berbau harum jika kering (tua). Daun berbentuk oval atau lanset dan berminyak, dengan panjang sekitar 3,25-7,50 cm serta mudah gugur. Tangkai daun 1-1,5 cm, berwarna kekuningan. Kadar minyak yang lebih tinggi terdapat pada bagian kayu teras, namun kadar santalolnya lebih rendah. Tanaman tersebut berbunga cepat. Rangkaian bunga pendek (2-5 cm). Bunganya kecil, bertangkai pendek (2-3 mm), hermafrodit, dan berbentuk tabung yang mempunyai empat sampai lima lidah yang terlepas satu dengan lainnya. Mula-mula bunga berwarna putih kecoklatan kemudian berubah menjadi merah darah.. Pada umur 3-4 tahun, mulai berbuah. Buahnya bulat berbiji satu, sebesar buah kepundung dan berwarna hitam jika telah masak (Indah, 2011).

C. Manfaat
Majegau mempunyai batang yang keras dan awet. Lantaran itu, di Bali, tanaman batang tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan tiang rumah dan sebagai bahan kerajinan ukir-ukiran. Batang majegau dipercaya sebagai simbolisasi Bhatara Sadasiwa. Kayu majegau juga sering digunakan sebagai kayu bakar upacara karena memiliki bau yang harum. Selain itu, majegau juga berpotensi sebagai obat, khususnya untuk mengobati penyakit sulit buang air, meskipun untuk itu masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut (Meyta, 2011).


2.2.2 Jati/ Jati/ Tectona grandis L.f
            A. Klasifikasi
Dalam laman web (http://www.plantamor.com) tahun 2012 memaparkan klasifikasi jati sebagai berikut.

Kerajaan
: Plantae
Description: C:\Users\Si Amang Liar\Pictures\jati.jpg
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi 
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo 
: Lamiales
Famili
Genus 
Spesies
: Tectona grandis L.f

B. Morfologi
Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m bila dilakukan proses pemangkasan. Pohon jati yang tumbuh baik diameter batangnya dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu jati berwarna kecoklat-coklatan atau abu-abu dan sifatnya mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan dapat bercabang. Daun jati berbentuk opposite ( bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing), berukuran panjang sekitar 20-50 cm dan lebar 15-40 cm, permukaan daun berbulu. Daun muda jati berwarna kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau keabu-abuan. Walaupun tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapai diameter batang 220 m, namun umumnya jati dengan diameter 50 cm sudah di tebang karena tingginya akan permintaan terhadap kayu jati. Bentuk batang pohon jati tidak teratur serta mempunyai alur. Warna kayu teras (bagian tengah), coklat muda, coklat merah tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal (bagian luar teras hingga kulit) putih kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak rata. Arah serat kayu jati lurus dan agak terpadu (Nikotje, 2013).

C. Manfaat
Kayu jati (Tectona grandis) digunakan sebagai bale pesarean. Kedudukan bale pesarean dalam sistem perumahan di Bali lebih rendah dibandingkan dengan kedudukan parhayangan atau pelinggih. Kayu jati (Tectona grandis) digunakan sebagai bale pesarean karena memiliki struktur kayu yang sangat kuat, sehingga kokoh untuk menopang bangunan. Kayu ini juga tidak mudah terserang rayap atau hama lainnya karena sel-sel penyusun kayu jati memiliki zat tanin yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Selain itu, sel-selnya juga mengandung zat tectonin yang berfungsi sebagai zat racun bagi rayap dan hama lainnya (Anonim, 2010).








2.2.3 Nangka/ Nangka/ Artocarpus heterophyllus Lam
A. Klasifikasi
Dalam laman web (http://www.plantamor.com) tahun 2012 memaparkan klasifikasi nangka sebagai berikut.

Kerajaan
: Plantae
Description: C:\Users\Si Amang Liar\Pictures\jackfruit_tree1httpbenedikawidyatmokofileswordpresscom200808jackfruit_tree1.jpg
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi 
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Dilleniindae
Ordo 
: Urticales
Famili
Genus 
Spesies
: Artocarpus heterophyllus Lam

B. Morfologi
            Tanaman nangka umumnya berukuran sedang samppai sekitar 20 meter tngginya, walaupun ada yang mencampai 30 meter. Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1 meter. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila ditempat terbuka. Seluru bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai. Daun nangka tunggal, tersebar, bertangkai 1-4 cm, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing. Bunga nangka disebut juga babal. Buah nangka majemuk berbentuk gelendong memanjang, seringkali tidak merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar membentuk duri pendek lunak. Daging buah yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang keras, berdaging, kadang-kadang berisi cairan yang manis. Biji berbentuk lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis (Wikipedia, 2014).

C. Manfaat
            Sama halnya dengan kayu jati, kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) juga banyak digunakan dalam pembuatan bale pesarean, mengingat kayu nangka ini memiliki struktur yang sangat kuat dan tidak terlalu berat seperti kayu jati, sehingga biasanya digunakan dalam membuat langit-langit (Anonim, 2010).











BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.      Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan tradisional Bali ditentukan menurut kelompok nama gelar yang meliputi: pohon prabu, pohon patih, pohon arya, pohon demung, dan pohon tumenggung, dan berdasarkan aturan penggunaan kayu yang meliputi: kayu prabu, kayu patih, kayu arya, kayu demung, dan kayu tumenggung.
2.      Tumbuhan yang dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan tradisional Bali antara lain: majagau/ cempaga / Dysoxylum densiflorum Miq, jati/ jati/ Tectona grandis L.f, dan nangka/ nangka/ Artocarpus heterophyllus Lam. Dari jenis tumbuhan tersebut memiliki klasifikasi, morfologi, dan maanfaat masing-masing.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dapat kami sarankan sebagai berikut.
1.      Kepada  mahasiswa agar dapat memperhatikan tanaman apa saja yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan tradisional Bali.
2.      Kepada masyarakat agar dapat memilih kayu yang tepat untuk membangun suatu bangungan tradisional Bali.

           
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. ”Karakteristik dan Jenis Kayu dalam Pembuatan Rumah Tradisional Bali”. Tersedia pada: http://edukasi.kompasiana.com. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.

Anonim. 2012. “Klasifikasi Tananam Jati dan Tanaman Nangka”. Tersedia pada: http://www.plantamor.com. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.

Bhagawan Dwija.  2011. “Penggunaan Kayu Sebagai Bahan Bangunan”. Tersedia pada: http://stitidharma.org/penggunaan-kayu-sebagai-bahan-bangunan/. 8 Desember 2014.

Indah. 2011. ”Morfologi Tanaman Majegau”. Tersedia pada: http://www.koranrenon.com/ada-kayu-prabu-ada-kayu-mahapatih.htm. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.

Meyta. 2011. “Tumbuhan yang di Pergunnakan untuk Bahan Bangunan” Tersedia pada: http://meytaworld.blogspot.com/2011/12/tumbuhan-yang-di-pergunakan-untuk-bahan.html. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.

Nikotje. 2013. “Morfologi Jati”. Tersedia pada: http://nikotje.blogspot.com/2013/06/morfologi-jati.html. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.

Sardiana, dkk. 2012.Etnobotani. Denpasar: Udayana University Press.

Wikipedia. 2014. “Morfologi Tanaman Nangka”. Tersedia pada: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Nangka. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.

Zusron. 2013. “Motif Kekarangan dalam Arsitektur Tradisional Bali”. Tersedia pada: http://zusronregost.wordpress.com/2013/01/30/motif-kekarangan-dalam-arsitektur-tradisional-bali/. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar