BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia merupakan Negara dengan
berbagai macam suku yang tersebar hampir diseluruh wilayahnya. Setiap suku
selalu memiliki ciri khas (terlebih pada suku yang masih tradisional) dan
menjadi identitas dari hasil kebudayaan. Hasil dari kebudayaan tersebut dapat
berupa sesuatu yang bersifat visual seperti halnya seni rupa maupun arsitektur
tradisional maupun yang bersifat nonvisual. Hasil kebudayaan yang visual dalam
sebuah suku di Indonesia dan menjadi bagian terpenting dari masyarakatnya
merupakan arsitektur tradisionalnya. Walaupun era sekarang lebih modern
sehingga hampir sebagian kebudayaan Indonesia sudah terpengaruh oleh kebudayaan
luar sehingga arsitektur tadisionalnya mulai menghilang, namun masih sebagian dari
arsitektur tradisional tersebut masih dapat ditemui sekarang ini di daerah
provinsi Bali (Zusron, 2013).
Kebudayaan Bali pada awalnya
merupakan kebudayaan sederhana yang kemudian berkembang menjadi sebuah tatanan
harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan masyarakat dan alam lingkungan.
Hal ini lah yang menjadikan arsitektur tradisional bali menjadi bagian pokok
dari masyarakatnya. Didalamnya terdapat beberapa bagian yang mempunyai struktur
penempatan tersendiri yang terkadang bersifat tetap. Masyarakat bali mayoritas
merupakan penganut agama hindu sehingga pada desain arsitekturnya jelas
memperlihatkan pengaruh agama hindu yang kuat. Pernyataan ini didukung bahwa
kebanyakan pada rumah tradisional Bali selalu juga dipakai sebagai upacara adat
kebudayaan maupun agama, sehingga faktor agama merupakan pertimbangan utama dalam
membangun rumah tradisional.
Kayu merupakan bahan utama dalam
bangunan. Orang mengenal kayu dalam pembangunan secara umum sesuai dengan
kualitas dan kekuatannya. Namun dalam arsitektur tradisional Bali, di samping
kualitas dan kekuatan kayunya, hal mendalam yang dipakai untuk membedakan kayu
adalah nilai kesucian dan nilai magisnya. Dari pernyataan tersebut dapat
diketahui bahwa masih kurangnya pemahaman untuk memilih jenis kayu yang cocok
dalam membangun. Oleh karena itu diperlukan pemahaman akan tumbuhan yang
dimanfaatkan kayunya yang cocok untuk bahan bangunan.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, permasalahan
dalam paper ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Bagaimana penggunaan kayu sebagai
bahan bangunan tradisional Bali?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
permasalahan di atas, tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui penggunaan
kayu sebagai bahan bangunan tradisional Bali.
2. Untuk mengetahui tumbuhan yang
dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan tradisional Bali.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengguaan Kayu sebangai Bahan
Bangunan Tradisional Bali
Kayu untuk bahan bangunan di Bali dibedakan menurut kelompok
kesakralan yang dikandung dalam pohon asal kayu itu. Di Lontar Bhuwana Kosa dan
Lontar Wrhaspati Tattwa dinyatakan bahwa Ida Sanghyang Widhi yang bermanifestasi
sebagai Bhatara Brahma menciptakan isi bumi melalui tahapan proses sebagai berikut: Setelah air laut disurutkan melalui
pembentukan es di kutub utara dan di kutub selatan, maka muncullah daratan. Di
atas daratan diciptakanlah pertama kali, pohon dan tumbuh-tumbuhan; setelah itu
menyusul binatang pemahan tumbuh-tumbuhan; kemudian binatang pemakan binatang,
dan terakhir, manusia.
Menurut Bhagawan
Dwija (2011) memaparkan kelompok nama gelar dan aturan penggunaan kayu yang
ada sebagai berikut.
Pohon-pohonan yang diciptakan-Nya berurutan dengan
nama gelar:
- Pohon
Prabu, misalnya: cendana (santalum album), wangkal (albizia procera),
majagau (dysoxylum caulostachyum), dan nangka (artocarpus heterophyllus)
- Pohon
Patih, misalnya: menengen (exoecaria agallocha), kutat (planchonia
valida), dan jati (tectona grandis)
- Pohon
Arya, misalnya: cempaka (michelia champaca), belalu (albizia chinensis),
dan sentul (sandoricum koetjapi)
- Pohon
Demung, misalnya: bentenu (melochia arborea), dan teep (artocarpus
altilis)
- Pohon
Tumenggung, misalnya: suren (toona sureni), dan bayur (ptrospermum
javanicum)
Agar bangunan mempunyai kekuatan
magic yang didasari kesucian sehingga penghuni atau pengguna bangunan mendapatkan
kebahagian, ketentraman, kenyamanan, dan keselamatan, maka penggunaan kayu yang
berasal dari pohon-pohon tersebut di atas diatur:
- Kayu
Prabu, untuk bangunan-bangunan pelinggih-pelinggih di Pura dan Sanggah
Pamerajan, misalnya: meru, gedong ibu, manjangan saluwang, bale pepelik,
dll
- Kayu
Patih, untuk bangunan-bangunan pendukung di Pura, seperti: bale piasan,
bale pameosan, bale gong, gedong simpen, dll
- Kayu
Arya, untuk bangunan-bangunan sakral di pekarangan rumah tinggal,
misalnya: bale gede saka roras, sekepat saka sanga, dan bale petandingan
- Kayu
Demung, untuk bangunan rumah tinggal, misalnya bale daja, bale dangin,
bale dauh, dll
- Kayu
Tumenggung, untuk bangunan kamar mandi, wc, dapur, dll
Penggunaan jenis kelas kayu yang
tepat sesuai dengan tujuan penggunaan bangunan, disertai pula dengan upacara
dan upakara pemelaspas yang tepat sangat disarankan.
2.2 Tumbuhan yang Dimanfaatkan
Kayunya sebagai Bahan Bangunan Tradisional Bali
Sehubungan dengan penggunaan kayu
dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Bali, ada tanaman tradisional yang perlu
diperhatikan oleh seorang arsitek (undagi).
Dalam masyarakat Bali yang banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu yang cukup
kompleks, tampaknya stratifikasi sosisal (kelas sosial) tidak hanya dikenal dan
dipraktekan dlam kehidupan masyarakat manusia,tetapi juga dikenal dalam
klasifikasi jenis kayu pohon dan penggunaannya dalam konteks kontruksi bangunan
tradisional Bali. Karena itu seorang undagi
(ahli bangunan tradisional), selain mengenal aturan Asta Kosali, dan Astabhumi,
dia harus juga mengenal dan paham dengan stratifikasi social berbagai jenis
pohon dan pemanfaatannya dalam konteks banguna tradisional Bali (Sardiana, dkk,
2012). Adapun contoh tumbuhan yang dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan
tradisional Bali adalah sebagai berikut.
2.2.1 Majagau/
Cempaga/ Dysoxylum
densiflorum Miq
Majegau yang dalam bahasa latin
disebut Dysoxylum densiflorum merupakan flora identitas provinsi Bali
mendampingi Jalak Bali sebagai fauna identitas. Pohon majegau yang sering disebut
juga sebagai cempaga merupakan anggota famili Maleaceae (suku mahoni-mahonian).
A.
Klasifikasi
Meburut Meyta (2011) memaparkkan
klasifikasi majegau sebagai berikut.
Kerajaan
|
: Plantae
|
|
Subkingdom
|
: Tracheobionta
|
|
Super
Divisi
|
: Spermatophyta
|
|
Divisi
|
: Magnoliophyta
|
|
Kelas
|
: Magnoliopsida
|
|
Sub
Kelas
|
: Rosidae
|
|
Ordo
|
: Sapindales
|
|
Famili
|
: Meliaceae
|
|
Genus
|
: Dysoxylum
|
|
Spesies
|
: Dysoxylum densiflorum Miq
|
B.
Morfologi
Tanaman ini berupa pohon, tinggi
antara 12 dan 15 meter yang selalu hijau dengan batang yang lurus dan bulat
tanpa alur. Batang dilapisi kulit yang kasar, berwarna kelabu atau coklat tua.
Kayunya berwarna putih kekuningan dan berbau harum jika kering (tua). Daun
berbentuk oval atau lanset dan berminyak, dengan panjang sekitar 3,25-7,50 cm
serta mudah gugur. Tangkai daun 1-1,5 cm, berwarna kekuningan. Kadar minyak
yang lebih tinggi terdapat pada bagian kayu teras, namun kadar santalolnya
lebih rendah. Tanaman tersebut berbunga cepat. Rangkaian bunga pendek (2-5 cm).
Bunganya kecil, bertangkai pendek (2-3 mm), hermafrodit, dan berbentuk tabung
yang mempunyai empat sampai lima lidah yang terlepas satu dengan lainnya.
Mula-mula bunga berwarna putih kecoklatan kemudian berubah menjadi merah
darah.. Pada umur 3-4 tahun, mulai berbuah. Buahnya bulat berbiji satu, sebesar
buah kepundung dan berwarna hitam jika telah masak (Indah, 2011).
C. Manfaat
Majegau
mempunyai batang yang keras dan awet. Lantaran itu, di Bali, tanaman batang
tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan tiang rumah dan
sebagai bahan kerajinan ukir-ukiran. Batang majegau dipercaya sebagai
simbolisasi Bhatara Sadasiwa. Kayu majegau juga sering digunakan sebagai kayu
bakar upacara karena memiliki bau yang harum. Selain itu, majegau juga berpotensi
sebagai obat, khususnya untuk mengobati penyakit sulit buang air, meskipun
untuk itu masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut (Meyta,
2011).
2.2.2 Jati/ Jati/ Tectona
grandis L.f
A. Klasifikasi
Kerajaan
|
: Plantae
|
|
Subkingdom
|
: Tracheobionta
|
|
Super
Divisi
|
: Spermatophyta
|
|
Divisi
|
: Magnoliophyta
|
|
Kelas
|
: Magnoliopsida
|
|
Sub
Kelas
|
: Asteridae
|
|
Ordo
|
: Lamiales
|
|
Famili
|
||
Genus
|
||
Spesies
|
: Tectona grandis L.f
|
B.
Morfologi
Secara
morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m.
Batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m bila dilakukan proses
pemangkasan. Pohon jati yang tumbuh baik diameter batangnya dapat mencapai 220
cm. Kulit kayu jati berwarna kecoklat-coklatan atau abu-abu dan sifatnya mudah
terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan dapat bercabang. Daun jati
berbentuk opposite ( bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing), berukuran
panjang sekitar 20-50 cm dan lebar 15-40 cm, permukaan daun berbulu. Daun muda
jati berwarna kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau keabu-abuan.
Walaupun tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapai diameter batang 220 m,
namun umumnya jati dengan diameter 50 cm sudah di tebang karena tingginya akan
permintaan terhadap kayu jati. Bentuk batang pohon jati tidak teratur serta
mempunyai alur. Warna kayu teras (bagian tengah), coklat muda, coklat merah
tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal (bagian luar teras hingga
kulit) putih kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak rata. Arah
serat kayu jati lurus dan agak terpadu (Nikotje, 2013).
C. Manfaat
Kayu jati (Tectona grandis) digunakan sebagai bale
pesarean. Kedudukan bale pesarean dalam sistem perumahan di Bali
lebih rendah dibandingkan dengan kedudukan parhayangan atau pelinggih. Kayu
jati (Tectona grandis) digunakan sebagai bale pesarean karena
memiliki struktur kayu yang sangat kuat, sehingga kokoh untuk menopang
bangunan. Kayu ini juga tidak mudah terserang rayap atau hama lainnya karena
sel-sel penyusun kayu jati memiliki zat tanin yang berfungsi sebagai bahan
pengawet. Selain itu, sel-selnya juga mengandung zat tectonin yang
berfungsi sebagai zat racun bagi rayap dan hama lainnya (Anonim, 2010).
A. Klasifikasi
Dalam laman web (http://www.plantamor.com)
tahun 2012 memaparkan klasifikasi nangka sebagai berikut.
Kerajaan
|
: Plantae
|
|
Subkingdom
|
: Tracheobionta
|
|
Super
Divisi
|
: Spermatophyta
|
|
Divisi
|
: Magnoliophyta
|
|
Kelas
|
: Magnoliopsida
|
|
Sub
Kelas
|
: Dilleniindae
|
|
Ordo
|
: Urticales
|
|
Famili
|
||
Genus
|
||
Spesies
|
B. Morfologi
Tanaman nangka umumnya berukuran
sedang samppai sekitar 20 meter tngginya, walaupun ada yang mencampai 30 meter.
Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1 meter. Tajuknya padat dan
lebat, melebar dan membulat apabila ditempat terbuka. Seluru bagian tumbuhan
mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai. Daun nangka tunggal, tersebar,
bertangkai 1-4 cm, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata,
dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing. Bunga
nangka disebut juga babal. Buah nangka majemuk berbentuk gelendong memanjang,
seringkali tidak merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar membentuk
duri pendek lunak. Daging buah yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda
bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang keras,
berdaging, kadang-kadang berisi cairan yang manis. Biji berbentuk lonjong
sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit
biji yang tipis (Wikipedia, 2014).
C.
Manfaat
Sama halnya
dengan kayu jati, kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) juga banyak digunakan dalam pembuatan bale pesarean,
mengingat kayu nangka ini memiliki struktur yang sangat kuat dan tidak terlalu
berat seperti kayu jati, sehingga biasanya digunakan dalam membuat
langit-langit (Anonim, 2010).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Penggunaan kayu sebagai bahan
bangunan tradisional Bali ditentukan menurut kelompok nama gelar yang
meliputi: pohon
prabu,
pohon patih,
pohon arya,
pohon demung,
dan pohon tumenggung, dan berdasarkan aturan penggunaan kayu yang meliputi: kayu prabu,
kayu patih,
kayu arya,
kayu demung,
dan kayu tumenggung.
2. Tumbuhan yang dimanfaatkan kayunya
sebagai bahan bangunan tradisional Bali antara lain: majagau/ cempaga / Dysoxylum densiflorum Miq, jati/
jati/ Tectona grandis L.f, dan nangka/ nangka/ Artocarpus heterophyllus Lam. Dari jenis tumbuhan tersebut memiliki klasifikasi, morfologi, dan
maanfaat masing-masing.
3.2 Saran
Berdasarkan
pembahasan dan kesimpulan dapat kami sarankan sebagai berikut.
1.
Kepada mahasiswa agar dapat memperhatikan tanaman
apa saja yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan tradisional Bali.
2.
Kepada
masyarakat agar dapat memilih kayu yang tepat untuk membangun suatu bangungan
tradisional Bali.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2010. ”Karakteristik
dan Jenis Kayu dalam Pembuatan Rumah Tradisional Bali”. Tersedia pada: http://edukasi.kompasiana.com. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.
Anonim. 2012. “Klasifikasi Tananam Jati dan Tanaman
Nangka”. Tersedia pada: http://www.plantamor.com. Diakses tanggal: 8
Desember 2014.
Bhagawan Dwija. 2011. “Penggunaan Kayu Sebagai Bahan
Bangunan”. Tersedia pada: http://stitidharma.org/penggunaan-kayu-sebagai-bahan-bangunan/. 8 Desember 2014.
Indah. 2011. ”Morfologi Tanaman Majegau”. Tersedia pada: http://www.koranrenon.com/ada-kayu-prabu-ada-kayu-mahapatih.htm.
Diakses tanggal: 8 Desember 2014.
Meyta.
2011. “Tumbuhan yang di Pergunnakan untuk Bahan Bangunan” Tersedia pada: http://meytaworld.blogspot.com/2011/12/tumbuhan-yang-di-pergunakan-untuk-bahan.html. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.
Nikotje.
2013. “Morfologi Jati”. Tersedia pada: http://nikotje.blogspot.com/2013/06/morfologi-jati.html. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.
Sardiana, dkk. 2012.Etnobotani. Denpasar: Udayana University Press.
Wikipedia. 2014. “Morfologi Tanaman Nangka”. Tersedia
pada: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Nangka. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.
Zusron.
2013.
“Motif Kekarangan dalam Arsitektur Tradisional Bali”. Tersedia pada: http://zusronregost.wordpress.com/2013/01/30/motif-kekarangan-dalam-arsitektur-tradisional-bali/. Diakses tanggal: 8 Desember 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar