BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah salah satu makhluk hidup yang
diciptakan oleh Sang Hyang Widhi Wasa. Kelebihan atau hal yang membedakan
manusia dari makhluk hidup yang lainnya adalah kemampuan manusia untuk berpikir
sehingga manusia tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Namun, karena adanya
sifat-sifat keduniawian pada diri manusia, sehingga terkadang manusia sulit
untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga terjadilah
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh manusia, baik antar manusia, antara
manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi, maupun manusia dengan lingkungannya.
Menurut
Hanan (2011) Sejarah
Hukum Hindu berawal dari sebuah perdebatan diantara para tokoh agama pada saat
itu, berbagai tulisan yang menyangkut Hukum Hindu merupakan perhatian khusus
para Maharshi terhadap pembinaan umat manusia, adapaun nama – nama penulis
Hukum Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba,
Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu.
Dengan adanya penulisan atas Hukum
Hindu tampak jelas kepada kita bahwa referensi Hukum Hindu telah lama dimulai
juga dengan berbagai perdebatan dan kritik masing – masing sehingga melahirkan
beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya :
1. Aliran
Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya
2. Aliran
Mithaksara oleh Wijnaneswara
3. Aliran
Dayabhaga oleh Jimutawahana
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya
dapat berkembang pesat khususnya di wilah India dan sekitarnya, dua aliran yang
yang terakhir yang mendapat perhatian khusus dan penyebarannya sangat luas
yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara.
Pelembagaan aliran yang diatas
sebagai sumber Hukum Hindu pada Dharmasastra adalah tidak diragukan lagi karena
adanya ulasan – ulasan yang diketengahkan oleh penulis – penulis Dharmasastra
sesudah maha Rshi Manu yaitu Medhati ( 900 SM ), Kullukabhata ( 120 SM ),
setidak – tidaknya telah membuat kemungkinan pertumbuhan sejarah Hukum Hindu
dengan mengalami perubahan prinsip sesuai dengan perkembangan jaman saat itu
dan wilayah penyebarannya seperti Burma, Muangthai sampai ke Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pengertian hukum menurut perspektif Hindu?
2. Apa
hubungan karma phala dan punarbhawa dalam hukum Hindu?
3. Apa
saja sumber-sumber dari hukum Hindu?
4. Apa
sajakah bidang-bidang hukum Hindu?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian hukum menurut perspektif Hindu.
2. Mengetahui
hubungan karma phala dan purnabhawa dalam hukum Hindu
3. Megetahui
sumber-sumber dari hukum Hindu
4. Mengetahui
bidang-bidang hukum Hindu
1.4
Manfaat
1. Mahasiswa
dapat mengetahui pengertian hokum menurut perspektif Hindu
2. Mahasiswa
dapat mengetahui hubungan karma phala dan purnabhawa dalam hukum Hindu
3. Mahasiswa
dapat mengetahui bidang-bidang hukum Hindu
4. Mahasiswa
dapat mengetahui bidang-bidang hukum Hindu
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum Menurut Perspektif Hindu
Salah satu Sradha dalam agama Hindu ialah Widhi
Sradha, yaitu kepercayaan dan keyakinan akan adanya hukum yang diciptakan oleh
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang merupakan semacam sifat dari Kekuasaan Tuhan,
serta diperlihatkan-Nya dalam bentuk yang dapat dilihat, dirasakan dan dialami
oleh manusia.
Bentuk hukum Tuhan yang murni dalam
ajaran agama Hindu disebut Rta atau Rita. Bentuk hukum Tuhan yang murni
bersifat absolut transcendental. Rta adalah hukum Tuhan yang bersifat abadi.
Rta kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma. Dalam
Weda, kitab Smerti dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak
memuat tentang syarat hukum yang disebut Dharma. Istilah lain tentang hukum
dalam ajaran agama Hindu adalah Widhi, Dresta, Acara, Agama, Wyawahara,
Nitisastra, Rajaniti, dan Artasastra. Namun, dari sekian banyak istilah
tersebut yang paling umum ilmu hokum adalah Dharma. Sedangkan
Rta sering diterjemahkan dengan Orde atau Hukum, tetapi dalam arti hukum yang
kekal dan tidak pernah berubah.
Di dalam Weda diterangkan bahwa mula-mula Tuhan
menciptakan alam semesta, kemudian menciptakan Hukum yang mengatur hubungan
–hubungan antara yang diciptakanya itu. Selanjutnya oleh Karena Tuhan
menciptakan hukum dan sekalian sebagai pengendali atas hukumnya itu, maka Tuhan
juga disebut Ritawan dan dalam perkembangan kesusastraan sansekerta
istilah Rta ini kemudian diartikan Widhi yang maknanya sama pula dengan
aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Dari kata WIDHI ini akhirnya lahir
istilah Sang Hyang Widhi atau Sang Hyang Widhi WASA dengan arti Tuhan yang maha
Esa atau penguasa atas Hukumnya.
Di dalam ilmu sosial, konsepsi istilah hukum
berkembang dalam bentuk dua istilah yaitu Hukum Alam dan Hukum Bangsa. Hukum
Alam ini dalam agama Hindu disebut RTA dan Hukum Bangsa suatu kelompok
masyrakat disebut Dharma yang bentuknya berbeda–beda menurut keadaan
setempat-setempat. Karena istilah Dharma sebagai Hukum tidak sama bentuknya di
semua tempat, melainkan selalu dihubungkan dengan kebiasaan-kebiasaan
setempat dan disamakan pula dengan pengertian yang terkandung dalam
istilah Dresta.
Adapun Hukum Abadi atau Rta dalam sejarah pertumbuhan
Agama Hindu itu berkembang sebagai landasan idiil mengenai bentuk hukum yang
ingin diterapkan dalam pengaturan masayrakat di dunia ini, yang dikenal dengan
nama “Ajaran Dharma”. Kemudian dalam perkembangan Ajaran Dharma itu, Dharma
dianggap bersumber pada Sruti, Smerti, Sila, Acara, dan Atmanastuti, sedangkan
Rta berkembang menjadi bentuk suatu keyakinan tentang adanya nasib yang
ditentukan oleh Tuhan.
Rta dan Dharma merupakan landasan daripada
ajaran Karma Phala, yaitu Rta mengatur akibat tingkah laku manusia sebagai
suatu kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Ia hanya dapat dirasakan
berdasarkan keyakinan akan adanya kebenaran yang absolute . dengan keyakinan atas
kebenaran yang absolute itu, Rta dapat dihayati melalui emosi keagamaan
serta menumbuhkan keyakinan akan adanya Rta dan Dharma sebagai salah satu Unsur
Sradha atau keimanan dalam agama Hindu, Rta dan Dharma mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas meliputi pengertian Hukum Abadi sebagai ajaran
kesusilaan yang mengandung estetika dan mencakup pula pengertian sosial. Karena
itu Rta selalu menjadi dasar pemikiran idiil dan diharapkan akan dapat terwujud
dalam kehidupan di dunia ini.
2.2 Hubungan
Karmaphala dan Punarbawa dalam Hukum Hindu
Hukum dalam ajaran agama Hindu erat
kaitannya dengan Hukum Karma Phala dan Hukum Punarbhawa dan kedua hukum
tersebut saling berkaitan untuk menentukan posisi dari manusia dalam kehidupan
yang dijalaninya. Berikut penjabaran Hukum Hindu :
1.
Hukum Karma Phala
Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau
peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh sekelompok manusia, serta
memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang melanggarnya baik itu
berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan) oleh
kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat. Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr”
yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala
berarti Perbuatan atau tingkah laku. Phala yang berarti buah atau hasil.
Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman
dari hasil dalam suatu perbuatan.
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab
– akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini
berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh–tumbuhan dan manusia. Jika hukum
itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada
alam semesta disebut hukum Rta. Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup,
gerak serta perputaran alam semesta.
Berikut adalah pembagian hukum karma
phala :
- Prarabda karma phala yaitu perbuatan
yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang
juga.
- Kriyamana karma phala yaitu perbuatan
yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah
mati di alam baka.
·
Sancita karma phala yaitu perbuatan yang
dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang.
Hukum karma phala memiliki sifat,
yaitu :
- Hukum
karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai
penciptaan alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini
mengalami pralaya (kiamat).
- Hukum
karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia
tetapi juga untuk mahluk – mahluk seisi alam semesta.
- Hukum
karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang, jaman yang
akan datang.
- Hukum
karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
2.
Hukum Punarbhawa
Punarbhawa
atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan
Umat Hindu. Pengertian sederhana punarbhawa adalah bahwa pada saat seseorang
meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya (stula sarira),
dan menerima hasil karma yang diperbuat semasa hidupnya. Karma ini juga yang
menentukan tingkatan kehidupan yang akan diperoleh oleh atman tersebut.
Dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan :
Menjelma menjadi manusia itu adalah
sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari
keadaan sengsara ( lahir dan mati berulang-ulang ) dengan jalan berbuat baik;
demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Dari
sloka di atas ada dua point yang dapat kita petik penekannya yaitu :
§ Untuk berbuat baik kesempatan yang
paling luas adalah bila menjelma menjadi manusia.
§ Berbuat baik (Subha karma) adalah
cara untuk melepaskan diri dari keadaan samsara (punarbhawa).
Jadi
bila manusia semasa hidupnya banyak berbuat baik maka kelahiran berikutnya akan
meningkat kualitasnya. Demikian juga bila semasa hidupnya banyak berbuat dosa
maka tingakatan hidupnya akan menurun sesuai dengan karma yang telah dibuatnya.
2.3 Sumber Hukum Hindu
Menurut tradisi yang lazim telah diterima oleh para Maharhsi
penyusunan atau pengelompokan materi yang lebih sistematis maka sumber Hukum
Hindu berasal dari Weda Sruti dan Weda Smrti, dalam pengertian Sruti disini
tidak tercatat melainkan sudah menjadi wacana wajib untuk melaksanakannya,
namun dapat kita lihat yang tercatat pada Weda Smrti karena merupakan sumber
dari suatu ingatan dari para Maharshi, untuk itu sumber – sumber Hukum Hindu
dari Weda Smerti dapat kita kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
1.
Kelompok Upaweda /Weda tambahan (Itihasa,
Purana, Arthasastra, Ayur Weda dan Gandharwa Weda).
2.
Kelompok Wedangga/Batang tubuh Weda (Siksa,
Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa).
Bagian
terpenting dari kelompok Wedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum
Hindu, yaitu Dharmasastra, sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia
yang disebut dharma.
Kitab
– kitab yang lain yang juga menjadi sumber Hukum Hindu adalah dapat dilihat
dari berbagai kitab – kitab lain yang telah ditulis yang bersumber pada Weda
diantaranya :
1.
Kitab Sarasamuscaya
2.
Kitab Suara Jambu
3.
Kitab Siwasesana
4.
Kitab Purwadigama
5.
Kitab Purwagama
6.
Kitab Dewagama ( Kerthopati)
7.
Kitab Kutara Manuwa
8.
Kitab Adigama
9.
Kitab Kerthasima
10. Kitab
Kerthasima Subak
11. Kitab
Paswara
a. Sruti sebagai Sumber Hukum Hindu
Pertama di dalam Manawadharmasastra 11.10 dikatakan :
Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerti, te
sarwatha wam imamsye tabhyam dharmohi nirbhabhau.
Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda,
Smerti itu Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan apapun juga karena
keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari pada hukum.
Selanjutnya mengenai Weda sebagai
sumber hukum utama, dapat kita lihat dari sloka 11.6 dirumuskan sebagai
berikut:
Wedo khilo dharma mulam smerti sile ca tad widam, acarasca
iwa sadhunam atmanas tustirewa ca.
Artinya :
Artinya :
Seluruh
Weda sumber utama dari pada hukum, kemudian barulah smerti dan tingkah laku
orang-orang baik, kebiasaan dan atmanastuti.
Pengertian
Weda sebagai sumber ilmu menyangkut bidang yang sangat luas sehinga Sruti dan
Smerti diartikan sebagai Weda dalam tradisi Hindu. Sedangakan ilmu hukum Hindu
itu sendiri telah membatasi arti Weda pada kitab Sruti saja. Kitab-kitab yang
tergolong Sruti menurut tradisi Hindu adalah : Kitab Mantra, Brahmana dan
Aranyaka. Kitab Mantra terdiri dari : Rg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan
AtharwaWeda.
b. Smrti sebagai Sumber Hukum Hindu Kedua Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang merupakan kodifikasi berbagai masalah yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat pengkhususan yang memuat penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini menurut ajaran Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra. Dari semua jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena kitab inilah yang merupakan kitab Hukum Hindu. Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain: Maha Rsi Manu, Maha Rsi Apastambha, Maha Rsi Baudhayana, Maha Rsi Wasistha, Maha Rsi Sankha Likhita, Maha Rsi Yanjawalkya, dan Maha Rsi Parasara. Dari ketujuh penulis tersebut, Maha Rsi Manu yang terbanyak menulis buku dan dianggap sebagai standard dari penulisan Hukum Hindu itu. Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan manjadi empat kelompok menurut jamannya masing - masing yaitu:
b. Smrti sebagai Sumber Hukum Hindu Kedua Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang merupakan kodifikasi berbagai masalah yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat pengkhususan yang memuat penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini menurut ajaran Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra. Dari semua jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena kitab inilah yang merupakan kitab Hukum Hindu. Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain: Maha Rsi Manu, Maha Rsi Apastambha, Maha Rsi Baudhayana, Maha Rsi Wasistha, Maha Rsi Sankha Likhita, Maha Rsi Yanjawalkya, dan Maha Rsi Parasara. Dari ketujuh penulis tersebut, Maha Rsi Manu yang terbanyak menulis buku dan dianggap sebagai standard dari penulisan Hukum Hindu itu. Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan manjadi empat kelompok menurut jamannya masing - masing yaitu:
·
Jaman
Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.
·
Jaman
Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya.
·
Jaman
Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita.
·
Jaman
Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara.
c. Sila sebagai
Sumber Hukum Hindu Ketiga Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan
su maka menjadi susila yang berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau
suci. Tingkah laku tersebut meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang
suci. Pada umumnya tingkah laku para maharsi atau nabi dijadikan standar
penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku yang baik tersebut
tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai
hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan
sebagai dasar dalam hukum positif.
d. Sadacara sebagai Sumber Hukum Hindu Keempat Sadacara dianggap sebagai sumber hukum Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuna Sadacara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk memahami pemikiran hukum Sadacara ini, maka hakekat dasar Sadacara adalah penerimaan Drsta sebagai hukum yang telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan demikian sifat hukum Hindu adalah fleksibel.
e. Atmanastuti sebagai Sumber Hukum
Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa puas pada diri sendiri. Perasaan ini
dijadikan ukuran untuk suatu hukum, karena setiap keputusan atau tingkah laku
seseorang mempunyai akibat. Atmanastuti dinilai sangat relatif dan subyektif,
oleh karena itu berdasarkan Manawadharmasastra109/115, bila memutuskan
kaedah-kaedah hukum yang masih diragukan kebenarannya, keputusan diserahkan
kepada majelis yang terdiri dari para ahli dalam bidang kitab suci dan logika
agar keputusan yang dilakukan dapat menjamin rasa keadilan dan kepuasan yang
menerimanya.
2.4 Bidang-bidang Hukum Hindu
9 Feb Bidang –bidang Hukum Hindu sesuai
dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmasastra yang
mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang paling tua, adapun pembagian terdiri
dari :
1.
Bidang
Hukum Keagamaan, bidang ini banyak memuat ajaran – ajaran yang mengatur tentang
tata cara keagamaan yaitu menyangkut tentang antara lain;
·
Bahwa
semua alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut rta atau dharma.
·
Ajaran
– ajaran yang diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung
konskwensi atau akibat (sangsi).
·
Tiap–tiap
ajaran mengandung sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan jaman atau waktu
dan dimana tempat dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti
mengikat dan wajib hukumnya dilaksankan.
·
Pengertian
warna dharma berdasarkan pengertian golongan fungsional.
2.
Bidang
Hukum Kemasyarakatan, bidang ini banyak memuat tentang aturan atau tata cara
hidup bermasyarakat satu dengan yang lainnya, atau sosial. Dalam bidang ini
banyak diatur tentang konskewensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau
kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan perdata dan pidana. Lembaga
yang memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan
Legislatif menurut Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu
menyelesaikan masalah dengan cara pendekatan perdamaian sebelum nantinya kalau
tidak memungkinkan masuk ke pengadilan.
3.
Bidang
Hukum Tata Kenegaraan, bidang ini banyak memuat tentang tata cara bernegara,
dimana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur tata
pemerintahan yang juga menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan. Disamping
sistem pembagian wilayah administrasi dalam suatu negara, Hukum Hindu ini juga
mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok – kelompok hukum yang disebut ;
Warna, Kula,Gotra,Ghana,Puga, dan Sreni, pembagian ini tidak bersifat kaku
karena dapat disesuaikan dengan perkembnagan jaman. Kekuasaan Yudikatif
diletakan pada tangan seorang raja atau kepala negara, beliau bertugas
memutuskan memutuskan semua perkara yang timbul pada masyarakat, Raja dibantu
oleh Dewan Brahmana yang merupakan Majelis Hakim Ahli, baik sebagai lembaga
yang berdiri sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah didalam memutuskan perkara
dalam sidang pengadilan (dharma sabha), pengadilan biasa (dharmaastha), pengadilan
tinggi (pradiwaka) dan pengadilan istimewa.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu Sradha dalam agama Hindu ialah Widhi
Sradha, yaitu kepercayaan dan keyakinan akan adanya hukum yang diciptakan oleh
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang merupakan semacam sifat dari Kekuasaan Tuhan,
serta diperlihatkan-Nya dalam bentuk yang dapat dilihat, dirasakan dan dialami
oleh manusia.
Bentuk hukum Tuhan yang murni dalam ajaran agama Hindu
disebut Rta atau Rita. Bentuk hukum Tuhan yang murni bersifat absolut
transcendental. Rta adalah hukum Tuhan yang bersifat abadi. Rta kemudian
dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma.
Rta dan Dharma merupakan landasan daripada
ajaran Karma Phala, yaitu Rta mengatur akibat tingkah laku manusia sebagai
suatu kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Ia hanya dapat dirasakan
berdasarkan keyakinan akan adanya kebenaran yang absolute . dengan keyakinan atas
kebenaran yang absolute itu, Rta dapat dihayati melalui emosi keagamaan
serta menumbuhkan keyakinan akan adanya Rta dan Dharma sebagai salah satu Unsur
Sradha atau keimanan dalam agama Hindu, Rta dan Dharma mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas meliputi pengertian Hukum Abadi sebagai ajaran
kesusilaan yang mengandung estetika dan mencakup pula pengertian sosial. Karena
itu Rta selalu menjadi dasar pemikiran idiil dan diharapkan akan dapat terwujud
dalam kehidupan di dunia ini.
Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau
peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh sekelompok manusia, serta
memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang melanggarnya baik itu
berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan) oleh
kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat. Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr”
yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala
berarti Perbuatan atau tingkah laku. Phala yang berarti buah atau hasil.
Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti: Suatu peraturan atau hukuman
dari hasil dalam suatu perbuatan.
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab
– akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini
berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh–tumbuhan dan manusia. Jika hukum
itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada
alam semesta disebut hukum Rta. Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup,
gerak serta perputaran alam semesta.
Berikut adalah pembagian hukum karma
phala :
- Prarabda karma phala yaitu perbuatan
yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang
juga.
- Kriyamana karma phala yaitu perbuatan
yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah
mati di alam baka.
§ Sancita karma phala yaitu perbuatan yang
dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang.
3.2 Saran
Sebagai umat Hindu
dengan keyakinan yang tinggi terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan ajaran
Panca Sradha yang terutama membahas tentang Hukum Karma Phala dan Hukum
Punarbhawa, kita sebagai umat seharusnya bisa memikirkan perilaku-perilaku kita
sesuai ajaran Tri Kaya Parisudha agar terhindar dari perilaku yang menyimpang
hukum agama dengan tujuan atman kita
terhindar dari keburukan dan pengaruh keduniawian serta bisa menuju Moksa yang
merupakan tujuan tertinggi dari Umat Hindu.
DAFTAR
PUSTAKA
http://hukumhindu.blog.com/2011/02/09/hukum-hindu/. Diakses pada Rabu, 22 Oktober
2014.
http://septihariani.wordpress.com/karma-pala/. Diakses pada Selasa, 21 Oktober
2014.
http://hukumhindu.blog.com/tentang/hukum-hindu-2/. Diakses pada Rabu, 22 Oktober
2014.
http://sumantre.blogspot.com/2010/10/hukum-hindu-sumber-sumber-hukum-hindu.html. Diakses pada Selasa, 21 Oktober
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar