Rabu, 21 Desember 2016

Hukum Menurut Perspektif Hindu

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia adalah salah satu makhluk hidup yang diciptakan oleh Sang Hyang Widhi Wasa. Kelebihan atau hal yang membedakan manusia dari makhluk hidup yang lainnya adalah kemampuan manusia untuk berpikir sehingga manusia tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Namun, karena adanya sifat-sifat keduniawian pada diri manusia, sehingga terkadang manusia sulit untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh manusia, baik antar manusia, antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi, maupun manusia dengan lingkungannya.          
Menurut Hanan (2011) Sejarah Hukum Hindu berawal dari sebuah perdebatan diantara para tokoh agama pada saat itu, berbagai tulisan yang menyangkut Hukum Hindu merupakan perhatian khusus para Maharshi terhadap pembinaan umat manusia, adapaun nama – nama penulis Hukum Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana, Shanka-likhita, Wisnu, Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu.
Dengan adanya penulisan atas Hukum Hindu tampak jelas kepada kita bahwa referensi Hukum Hindu telah lama dimulai juga dengan berbagai perdebatan dan kritik masing – masing sehingga melahirkan beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya :
1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya
2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara
3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya dapat berkembang pesat khususnya di wilah India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir yang mendapat perhatian khusus dan penyebarannya sangat luas yaitu aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara.
Pelembagaan aliran yang diatas sebagai sumber Hukum Hindu pada Dharmasastra adalah tidak diragukan lagi karena adanya ulasan – ulasan yang diketengahkan oleh penulis – penulis Dharmasastra sesudah maha Rshi Manu yaitu Medhati ( 900 SM ), Kullukabhata ( 120 SM ), setidak – tidaknya telah membuat kemungkinan pertumbuhan sejarah Hukum Hindu dengan mengalami perubahan prinsip sesuai dengan perkembangan jaman saat itu dan wilayah penyebarannya seperti Burma, Muangthai sampai ke Indonesia.


1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian hukum menurut perspektif Hindu?
2.      Apa hubungan karma phala dan punarbhawa dalam hukum Hindu?
3.      Apa saja sumber-sumber dari hukum Hindu?
4.      Apa sajakah bidang-bidang hukum Hindu?


1.3 Tujuan
1.      Mengetahui pengertian hukum menurut perspektif Hindu.
2.      Mengetahui hubungan karma phala dan purnabhawa dalam hukum Hindu
3.      Megetahui sumber-sumber dari hukum Hindu
4.      Mengetahui bidang-bidang hukum Hindu


1.4 Manfaat
1.      Mahasiswa dapat mengetahui pengertian hokum menurut perspektif    Hindu
2.      Mahasiswa dapat mengetahui hubungan karma phala dan purnabhawa dalam     hukum Hindu
3.      Mahasiswa dapat mengetahui bidang-bidang hukum Hindu
4.      Mahasiswa dapat mengetahui bidang-bidang hukum Hindu







BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Hukum Menurut Perspektif Hindu
Salah satu Sradha dalam agama Hindu ialah Widhi Sradha, yaitu kepercayaan dan keyakinan akan adanya hukum yang diciptakan  oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang merupakan semacam sifat dari Kekuasaan Tuhan, serta diperlihatkan-Nya dalam bentuk yang dapat dilihat, dirasakan dan dialami oleh manusia.
Bentuk hukum Tuhan yang murni dalam ajaran agama Hindu disebut Rta atau Rita. Bentuk hukum Tuhan yang murni bersifat absolut transcendental. Rta adalah hukum Tuhan yang bersifat abadi. Rta kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma. Dalam Weda, kitab Smerti dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat tentang syarat hukum yang disebut Dharma. Istilah lain tentang hukum dalam ajaran agama Hindu adalah Widhi, Dresta, Acara, Agama, Wyawahara, Nitisastra, Rajaniti, dan Artasastra. Namun, dari sekian banyak istilah tersebut yang paling umum ilmu hokum adalah Dharma. Sedangkan Rta sering diterjemahkan dengan Orde atau Hukum, tetapi dalam arti hukum yang kekal  dan tidak pernah berubah.
Di dalam Weda diterangkan bahwa mula-mula Tuhan menciptakan alam semesta, kemudian menciptakan Hukum yang mengatur hubungan –hubungan antara yang diciptakanya itu. Selanjutnya oleh Karena  Tuhan menciptakan hukum dan sekalian sebagai pengendali atas hukumnya itu, maka Tuhan juga disebut Ritawan dan dalam perkembangan  kesusastraan sansekerta istilah Rta ini kemudian diartikan Widhi yang maknanya sama pula dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Dari kata WIDHI ini akhirnya lahir istilah Sang Hyang Widhi atau Sang Hyang Widhi WASA dengan arti Tuhan yang maha Esa atau penguasa  atas Hukumnya.
Di dalam ilmu sosial, konsepsi istilah hukum berkembang dalam bentuk dua istilah yaitu  Hukum Alam dan Hukum Bangsa. Hukum Alam ini dalam agama Hindu disebut RTA dan Hukum Bangsa suatu kelompok masyrakat disebut Dharma yang bentuknya berbeda–beda menurut keadaan setempat-setempat. Karena istilah Dharma sebagai Hukum tidak sama bentuknya di semua tempat, melainkan selalu dihubungkan dengan kebiasaan-kebiasaan  setempat dan disamakan pula dengan pengertian yang terkandung dalam istilah Dresta.
Adapun Hukum Abadi atau Rta dalam sejarah pertumbuhan Agama Hindu itu berkembang sebagai landasan idiil mengenai bentuk hukum yang ingin diterapkan dalam pengaturan masayrakat di dunia ini, yang dikenal dengan nama “Ajaran Dharma”. Kemudian dalam perkembangan Ajaran Dharma itu, Dharma dianggap bersumber pada Sruti, Smerti, Sila, Acara, dan Atmanastuti, sedangkan Rta berkembang menjadi bentuk suatu keyakinan tentang adanya nasib yang ditentukan oleh Tuhan.
Rta dan  Dharma  merupakan landasan daripada ajaran Karma Phala, yaitu Rta mengatur akibat tingkah laku manusia sebagai suatu kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Ia hanya dapat dirasakan berdasarkan keyakinan akan adanya kebenaran yang absolute . dengan keyakinan atas kebenaran yang absolute itu, Rta dapat dihayati  melalui emosi keagamaan serta menumbuhkan keyakinan akan adanya Rta dan Dharma sebagai salah satu Unsur Sradha atau keimanan dalam agama Hindu, Rta dan Dharma  mempunyai ruang lingkup yang sangat luas meliputi pengertian Hukum Abadi sebagai ajaran kesusilaan yang mengandung estetika dan mencakup pula pengertian sosial. Karena itu Rta selalu menjadi dasar pemikiran idiil dan diharapkan akan dapat terwujud dalam kehidupan di dunia ini.

2.2   Hubungan Karmaphala dan Punarbawa dalam Hukum Hindu
Hukum dalam ajaran agama Hindu erat kaitannya dengan Hukum Karma Phala dan Hukum Punarbhawa dan kedua hukum tersebut saling berkaitan untuk menentukan posisi dari manusia dalam kehidupan yang dijalaninya. Berikut penjabaran Hukum Hindu :
1.      Hukum Karma Phala
Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh sekelompok manusia, serta memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang melanggarnya baik itu berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan) oleh kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat. Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku. Phala yang berarti buah atau hasil. Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan.
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh–tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta. Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup, gerak serta perputaran alam semesta.
Berikut adalah pembagian hukum karma phala :
  • Prarabda karma phala yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang juga.
  • Kriyamana karma phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
·         Sancita karma phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang.
Hukum karma phala memiliki sifat, yaitu :
  • Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai penciptaan alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).
  • Hukum karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia tetapi juga untuk mahluk – mahluk seisi alam semesta.
  • Hukum karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang, jaman yang akan datang.
  • Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
2.      Hukum Punarbhawa
Punarbhawa atau samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu. Pengertian sederhana punarbhawa adalah bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman akan melepaskan badan jasmaninya (stula sarira), dan menerima hasil karma yang diperbuat semasa hidupnya. Karma ini juga yang menentukan tingkatan kehidupan yang akan diperoleh oleh atman tersebut.

Dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 4 dikatakan :
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara ( lahir dan mati berulang-ulang ) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.

Dari sloka di atas ada dua point yang dapat kita petik penekannya yaitu :
§  Untuk berbuat baik kesempatan yang paling luas adalah bila menjelma menjadi manusia.
§  Berbuat baik (Subha karma) adalah cara untuk melepaskan diri dari keadaan samsara (punarbhawa).
Jadi bila manusia semasa hidupnya banyak berbuat baik maka kelahiran berikutnya akan meningkat kualitasnya. Demikian juga bila semasa hidupnya banyak berbuat dosa maka tingakatan hidupnya akan menurun sesuai dengan karma yang telah dibuatnya.

2.3  Sumber Hukum Hindu
Menurut tradisi yang lazim telah diterima oleh para Maharhsi penyusunan atau pengelompokan materi yang lebih sistematis maka sumber Hukum Hindu berasal dari Weda Sruti dan Weda Smrti, dalam pengertian Sruti disini tidak tercatat melainkan sudah menjadi wacana wajib untuk melaksanakannya, namun dapat kita lihat yang tercatat pada Weda Smrti karena merupakan sumber dari suatu ingatan dari para Maharshi, untuk itu sumber – sumber Hukum Hindu dari Weda Smerti dapat kita kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
1.       Kelompok Upaweda /Weda tambahan (Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur Weda dan Gandharwa Weda).
2.       Kelompok Wedangga/Batang tubuh Weda (Siksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa dan Kalpa).
Bagian terpenting dari kelompok Wedangga adalah Kalpa yang padat dengan isi Hukum Hindu, yaitu Dharmasastra, sumber hukum ini membahas aspek kehidupan manusia yang disebut dharma.
           
Kitab – kitab yang lain yang juga menjadi sumber Hukum Hindu adalah dapat dilihat dari berbagai kitab – kitab lain yang telah ditulis yang bersumber pada Weda diantaranya :


1.      Kitab Sarasamuscaya
2.      Kitab Suara Jambu
3.      Kitab Siwasesana
4.      Kitab Purwadigama
5.      Kitab Purwagama
6.      Kitab Dewagama ( Kerthopati)
7.      Kitab Kutara Manuwa
8.      Kitab Adigama
9.      Kitab Kerthasima
10.  Kitab Kerthasima Subak
11.  Kitab Paswara




a.       Sruti sebagai Sumber Hukum Hindu Pertama di dalam Manawadharmasastra 11.10 dikatakan :
Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerti, te sarwatha wam imamsye tabhyam dharmohi nirbhabhau.
Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, Smerti itu Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari pada hukum.

Selanjutnya mengenai Weda sebagai sumber hukum utama, dapat kita lihat dari sloka 11.6 dirumuskan sebagai berikut:
Wedo khilo dharma mulam smerti sile ca tad widam, acarasca iwa sadhunam atmanas tustirewa ca.
Artinya :
Seluruh Weda sumber utama dari pada hukum, kemudian barulah smerti dan tingkah laku orang-orang baik, kebiasaan dan atmanastuti.

Pengertian Weda sebagai sumber ilmu menyangkut bidang yang sangat luas sehinga Sruti dan Smerti diartikan sebagai Weda dalam tradisi Hindu. Sedangakan ilmu hukum Hindu itu sendiri telah membatasi arti Weda pada kitab Sruti saja. Kitab-kitab yang tergolong Sruti menurut tradisi Hindu adalah : Kitab Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Kitab Mantra terdiri dari : Rg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan AtharwaWeda.
b.         Smrti sebagai Sumber Hukum Hindu Kedua Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang merupakan kodifikasi berbagai masalah yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat pengkhususan yang memuat penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini menurut ajaran Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra. Dari semua jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena kitab inilah yang merupakan kitab Hukum Hindu. Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain: Maha Rsi Manu, Maha Rsi Apastambha, Maha Rsi Baudhayana, Maha Rsi Wasistha, Maha Rsi Sankha Likhita, Maha Rsi Yanjawalkya, dan Maha Rsi Parasara. Dari ketujuh penulis tersebut,  Maha Rsi Manu yang terbanyak menulis buku dan dianggap sebagai standard dari penulisan Hukum Hindu itu. Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan manjadi empat kelompok menurut jamannya masing - masing yaitu:
·         Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.
·         Jaman Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya.
·         Jaman Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita.
·         Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara.

c. Sila sebagai Sumber Hukum Hindu Ketiga Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan su maka menjadi susila yang berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku tersebut meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku para maharsi atau nabi dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku yang baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai dasar dalam hukum positif.

d. Sadacara sebagai Sumber Hukum Hindu Keempat Sadacara dianggap sebagai sumber hukum Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuna Sadacara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk memahami pemikiran hukum Sadacara ini, maka hakekat dasar Sadacara adalah penerimaan Drsta sebagai hukum yang telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan demikian sifat hukum Hindu adalah fleksibel.

e. Atmanastuti sebagai Sumber Hukum Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa puas pada diri sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran untuk suatu hukum, karena setiap keputusan atau tingkah laku seseorang mempunyai akibat. Atmanastuti dinilai sangat relatif dan subyektif, oleh karena itu berdasarkan Manawadharmasastra109/115, bila memutuskan kaedah-kaedah hukum yang masih diragukan kebenarannya, keputusan diserahkan kepada majelis yang terdiri dari para ahli dalam bidang kitab suci dan logika agar keputusan yang dilakukan dapat menjamin rasa keadilan dan kepuasan yang menerimanya.

2.4  Bidang-bidang Hukum Hindu
9 Feb               Bidang –bidang Hukum Hindu sesuai dengan sumber Hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmasastra yang mengambil sumber ajaran Dharmasastra yang paling tua, adapun pembagian terdiri dari :
1.      Bidang Hukum Keagamaan, bidang ini banyak memuat ajaran – ajaran yang mengatur tentang tata cara keagamaan yaitu menyangkut tentang antara lain;
·         Bahwa semua alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut rta atau dharma.
·         Ajaran – ajaran yang diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung konskwensi atau akibat (sangsi).
·         Tiap–tiap ajaran mengandung sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan jaman atau waktu dan dimana tempat dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti mengikat dan wajib hukumnya dilaksankan.
·         Pengertian warna dharma berdasarkan pengertian golongan fungsional.

2.      Bidang Hukum Kemasyarakatan, bidang ini banyak memuat tentang aturan atau tata cara hidup bermasyarakat satu dengan yang lainnya, atau sosial. Dalam bidang ini banyak diatur tentang konskewensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan perdata dan pidana. Lembaga yang memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan Legislatif menurut Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan masalah dengan cara pendekatan perdamaian sebelum nantinya kalau tidak memungkinkan masuk ke pengadilan.
3.      Bidang Hukum Tata Kenegaraan, bidang ini banyak memuat tentang tata cara bernegara, dimana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur tata pemerintahan yang juga menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan. Disamping sistem pembagian wilayah administrasi dalam suatu negara, Hukum Hindu ini juga mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok – kelompok hukum yang disebut ; Warna, Kula,Gotra,Ghana,Puga, dan Sreni, pembagian ini tidak bersifat kaku karena dapat disesuaikan dengan perkembnagan jaman. Kekuasaan Yudikatif diletakan pada tangan seorang raja atau kepala negara, beliau bertugas memutuskan memutuskan semua perkara yang timbul pada masyarakat, Raja dibantu oleh Dewan Brahmana yang merupakan Majelis Hakim Ahli, baik sebagai lembaga yang berdiri sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah didalam memutuskan perkara dalam sidang pengadilan (dharma sabha), pengadilan biasa (dharmaastha), pengadilan tinggi (pradiwaka) dan pengadilan istimewa.

















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Salah satu Sradha dalam agama Hindu ialah Widhi Sradha, yaitu kepercayaan dan keyakinan akan adanya hukum yang diciptakan  oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang merupakan semacam sifat dari Kekuasaan Tuhan, serta diperlihatkan-Nya dalam bentuk yang dapat dilihat, dirasakan dan dialami oleh manusia.
Bentuk hukum Tuhan yang murni dalam ajaran agama Hindu disebut Rta atau Rita. Bentuk hukum Tuhan yang murni bersifat absolut transcendental. Rta adalah hukum Tuhan yang bersifat abadi. Rta kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma.
Rta dan  Dharma  merupakan landasan daripada ajaran Karma Phala, yaitu Rta mengatur akibat tingkah laku manusia sebagai suatu kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Ia hanya dapat dirasakan berdasarkan keyakinan akan adanya kebenaran yang absolute . dengan keyakinan atas kebenaran yang absolute itu, Rta dapat dihayati  melalui emosi keagamaan serta menumbuhkan keyakinan akan adanya Rta dan Dharma sebagai salah satu Unsur Sradha atau keimanan dalam agama Hindu, Rta dan Dharma  mempunyai ruang lingkup yang sangat luas meliputi pengertian Hukum Abadi sebagai ajaran kesusilaan yang mengandung estetika dan mencakup pula pengertian sosial. Karena itu Rta selalu menjadi dasar pemikiran idiil dan diharapkan akan dapat terwujud dalam kehidupan di dunia ini.
Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh sekelompok manusia, serta memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang melanggarnya baik itu berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan) oleh kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat. Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku. Phala yang berarti buah atau hasil. Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti: Suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan.
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh–tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta. Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup, gerak serta perputaran alam semesta.
Berikut adalah pembagian hukum karma phala :
  • Prarabda karma phala yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang juga.
  • Kriyamana karma phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
§  Sancita karma phala yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang.



3.2 Saran
                Sebagai umat Hindu dengan keyakinan yang tinggi terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan ajaran Panca Sradha yang terutama membahas tentang Hukum Karma Phala dan Hukum Punarbhawa, kita sebagai umat seharusnya bisa memikirkan perilaku-perilaku kita sesuai ajaran Tri Kaya Parisudha agar terhindar dari perilaku yang menyimpang hukum agama dengan tujuan  atman kita terhindar dari keburukan dan pengaruh keduniawian serta bisa menuju Moksa yang merupakan tujuan tertinggi dari Umat Hindu.






DAFTAR PUSTAKA
http://hukumhindu.blog.com/2011/02/09/hukum-hindu/. Diakses pada Rabu, 22 Oktober 2014.
http://septihariani.wordpress.com/karma-pala/. Diakses pada Selasa, 21 Oktober 2014.
http://hukumhindu.blog.com/tentang/hukum-hindu-2/. Diakses pada Rabu, 22 Oktober 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar