BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya semakin banyak
jumlah dan beragam jenisnya. Terjadinya ledakan serangan hama dan penyakit ini
karena resistensi hama dan penyakit terhadap pestisida. Pestisida
adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pestisida yang beredar dipasaran sekarang juga beragam jenisnya. Setiap
pestisida memiliki bentuk fisik dan formulasinya tersendiri. Selain itu
pestisida yang sekarang banyak dikembangkan ditambahkan surfaktan. Surfaktan
merupakan salah satu komponen dari fomulasi yang dimana surfaktan berfungsi
sebagai agen pegaktif permukaan (surface active agent).
Petani dalam mengendalikan hama dan penyakit sekarang lebih memilih
menggunakan pestisida tanpa memperhitungkan dampak pestisida terhadap
lingkungan. Dampak yang pestisida tidak hanya terhadap lingkungan namun
serangga dan manusia juga dapat terkena. Keracunan pestisida atau yang sering
disebut dengan totksisitas merupakan salah satu tolak ukur akan bahayanya suatu
pestisida.
Pengaplikasian pestisida ketanaman dapat dilakukan dengan penyemprotan
langsung denngan spayer. Selain melaui aplikasi semprot pestisida juga ada yang
dipasang dalam perangkap. Perangkap yang sederhana terbuat dari botol bekas
yang diisi atraktan. Atraktan merupakan suatu bahan pengikat untuk memikat hama
terutama hama lalat buah. Oleh karena itu perlunya dilakuakan suatu pemahaman
terhadap bentuk fisik dan formulasi pestisida. Selain itu perlu juga pemahaman
akan fungsi dari surfaktan, gejala keracunan suatu pestisida, dan pemahaman
akan penggunaan atraktan. Sehingga dalam pengaplikasian atau penggunaan
pestisida dapat terhindarnya atau mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan
juga keracunan atau toksisitas.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
- Untuk mengetahui bentuk fisik dan formulasi pestisida.
- Untuk
mengetahui fungsi dari surfaktan.
- Untuk
mengetahui sifat-sifat asam dan basa pada pestisida.
- Untuk mengetahui gejala keracunan pestisida pada
jangkrik dan ikan kecil.
- Untuk mengetahui hasil uji atraktan
(minyak atsiri, petrogenol, dan bahenol) pada lalat buah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Formulasi Pestisida
Formulasi
(formulated product), ialah komposisi dan bentuk pestisida yang dipasarkan.
Pestisida yang terdapat dipasaran umumnya tidaklah merupakan bahan aktif 100%,
karena selain zat pengisi atau bahan tambahan yang tidak aktif 100%, karena
selain zat pengisi atau bahan tambahn yang tidak aktif (inert ingridient) juga ada yang berisi campuran dari 2 atau
lebih pestisida (Munaf, 1997). Adapun macam-macam formulasi pestisida yaitu: formulasi
padat, formulasi cair, dan formulasi gas.
2.2 Surfaktan
Surfaktan adalah zat
yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada
permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan tegangan
permukaan (Intan, 2013). Surfaktan merupakan bahan yang selalu ditambahkan
kedalam formulasi suatu pestisida dengan tujuan tertentu, sebagai agen
pendispersi (dispersant), agen pembasah (wetting agent) dsb. Adapun klasifikasi surfaktan menurut Intan (2013) adalah
sebagai berikut.
a.
Menurut sifat elektrokimia atau ionisasi
molekul
Molekul
zat aktif permukaan terdiri dari dua gugus yang penting, yaitu gugus liofil
(menarik pelarut) dan gugus liofob (menolak pelarut). Gugus liofob biasanya
terdiri dari rantai alifatik atau aromatik, atau gugus aril alkil (aralkil)
yang biasanya terdiri dari paling sedikit sepuluh atom karbon. Dalam medium air sebagai pelarut, gugus
liofob yang juga disebut gugus hidrofob bersifat menjauhi air. Sedang gugus
liofil atau dalam air dikenal sebagai gugus hidrofil lebih banyak menentukan
sifat-sifat kimia
fisika zat aktif permukaan daripada gugus hidrofob.
b.
Menurut struktur kimia
Agster menyusun golongan ini atas tujuh bagian,
penggolongan ini erat hubungannya dengan cara pembuatan zat aktif permukaan.
Misalnya dengan cara penyabunan atau kondensasi terhadap asam lemak, sulfotasi
terhadap rantai alifatik tinggi, dan sebagainya. Penggolongan
menurut struktur kimia dapat dibagi sebagai berikut : Sabun (contoh: Na-laurat, Na-palmitat,
Na-stearat, Na-oleat, dsb),
Minyak-minyak
yang disulfatkan/disulfonkan (contoh:
Minyak jarak yang disulfatkan
atau TRO), Parafin atau olefin yang disulfurkan (contoh: senyawa sulfochlorida yang
disabunkan Mersolat, olefin yang disulfatkan atau Tepol), Aralkil sulfonat (contoh: alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin
2-sulfonat-Na atau Nekal
A), Alkil
sulfat (contoh:
Alkil sulfat primer dari
alkil alkohol primer, Alkil
sulfat sekunder dari
alkil alkohol sekunder), Kondensat
asam lemak (contoh:
kondensat dengan gugus amino
seperti Medialan
A, Sapamine A, kondensat
mengandung gugus oksi seperti Immersol
S, Soromin A, kondensat dengan gugus inti aromatik seperti Melioaran F), dan Persenyawaan polietilenaoksida atau poliglikoeter (contoh: Alkil amin poliglikol eter seperti Peregal OK, Dispersol E).
c.
Menurut kelarutannya
Adapun kelarutan
pestisida antara lain: Surfaktan yang larut dalam minyak terdiri dari tiga yang termasuk
dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon,
dan senyawa silikon dan surfaktan yang larut dalam pelarut
air yang dimana golongan
ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat
pengemulsi, zat anti busa, deterjen, zat flotasi, pencegah korosi, dan
lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion
yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang
tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan
positif bergantung pada pH-nya.
2.3 Sifat
Asam dan Basa
Sifat basa ini merupakan istilah yang dari bahasa arab yang
berarti abu. Suatu senyawa dikelompokan menjadi basa jika zat tersebut
dilarutkan ke dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH). Zat yang bersifat
basa antara lain: Natrium Hidroksida (NaOH), Kalium Hidroksida (KOH), pasta
gigi dan sabun. Istilah
asam berasal dari bahasa latin yaitu acetum yang berarti cuka. Pengertian asam
menurut Arhenius adalah zat yang menghasilkan ion H+ didalam air. Jadi asam
dapat diartikan sebagai senyawa yang menghasilkan ion hydrogen (H+) ketika
dilarutkan ke dalam air. Zat
yang bersifat asam antara lain: asam khlorida (HCI), air aki (asam sulfat) dan
pembersih porselin (Pradana,
2014).
2.4 Toksisitas
Pestisida
Besarnya daya racun
suatu pestisida dinilai dari toksiksitasnya. Toksiksitas akut pestisida dapat
dinyatakan dengan 2 simbol, yaitu: LD 50 (Lethal Dose 50) atau LC 50 (Lethal
Concentration 50) ialah kadar atau kosentrasi pestisida yang diperkirakan dapat
membunuh 50 persen binatang percobaan. Satuannya ialah mg bahan aktif suatu
pestisida per kg berat badan binatang percobaan (mg/kg). Penentuaan toksiksitas
akut pestisida dapat digunakan bintang percobaan: tikus putih, anjing, burung
atau ikan. Dikatakan bahwa tikus secara biologis mempunyai sifat sama seperti
manusia, sehingga dapat diasumsikan bahwa sensitivitas pada tikus relatif sama
dengan manusia. Toksiksitas
pestisida sangat tergantung pada cara masuknya pestisida ke dalam tubuh. Pada
penentuan toksiksitas pestisida per oral, pestisida diberikan melalui makanan
dan diperoleh LD 50 oral, dan yang melalui kulit diperoleh LD 50 dermal, dan
bila pemaparan melalui air atau udara (terhisap) ditentukan LC 50 selama 24
jam, 48 jam, 96 jam, dan seterusnya (lama waktu pemaparan). LC umumnya
dinyatakan dalam ppm (part per million) atau ppb (part per bilion) (Budi, 2011).
2.5 Atraktan
Atraktan merupakan
bahan pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan
aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga
tertentu. Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan
petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga
dan lain-lain (R.Tia, 2010).
Lalat buah (Bactrocera sp.) adalah hama yang banyak
menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera, Famili Tephritidae
tersebut kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala
besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye,
hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Tepi ujung sayap ada bercak-bercak
coklat kekuningan. Abdomennya terdapat pita-pita hitam, sedangkan pada
thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan (Kurnianto, 2013).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
a. Praktikum
pertama:
Waktu:
Hari Rabu tanggal 21 Oktober 2015 pukul 02.00 WITA.
Tempat:
Laboratorium Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
b. Praktikum
kedua:
Waktu:
Hari Rabu tanggal 28 Oktober 2015 pukul
02.00 WITA.
Tempat:
Laboratorium Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
c. Praktikum
ketiga:
Waktu:
Hari Rabu tanggal 4 Novemberr 2015 pukul
02.00 WITA.
Tempat:
Laboratorium Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
d. Praktikum
keempat:
Waktu:
Hari Kamis tanggal 11 November 2015 pukul 02.00 WITA.
Tempat: Laboratorium
Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
e. Praktikum
kelima:
Waktu:
Hari Kamis tanggal 3 Desember 2015 pukul
01.00 WITA.
Tempat: Universitas
Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
3.2 Alat dan
Bahan
a. Praktikum
pertama:
Bahan-bahan yang
diperlukan adalah formulasi padat (misalnya: WP, S, G), formulasi cair (misalnya: EC, WSC, F), formulasi gas, dan air. Alat-alat yang diperlukan adalah tabung
reaksi dan pengaduk.
b. Praktikum
kedua:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah minyak twin 80 (surfaktatn), air, tepung, detergen, bubuk kopi, debu, minyak, dan daun talas. Alat yang diperlukan adalah tabung
reaksi.
c.
Praktikum ketiga:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah beberapa pestisida, air suling, air got, air sumur, air kali, air PAM, dan kertas lakmus. Alat yang diperlukan adalah cawan petri.
d. Praktikum
keempat:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah pestisida matador 25 EC, ikan-ikan kecil, jangkrik, air, dan rotenon. Alat yang diperlukan adalah gelas ukur.
e. Praktikum
kelima:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah petrogenol,
bahenol, dan minyak atsiri. Alat
yang diperlukan adalah jarum suntik, kawat, dan botol aqua tanggung.
3.3 Cara Kerja
a.
Praktikum pertama:
1.
Siapkan
alat dan bahan yang diperlukan.
2.
Campurkan
satu sendok kecil formulasi pestisida EC, WSC, WP kedalam air, amati apa yang
terjadi dan bagaimana perubahan warnanya.
b.
Praktikum kedua:
1.
Siapkan
alat dan bahan yang diperlukan.
2.
Debu
kering, tepung, susu/kopi, minyak dibagi 2 bagian, yang satu dicampur dengan
detergen secara merata, yang satu lagi tidak ditambahkan detergen; amati apa yang
terjadi.
3.
Teteskan
daun talas dengan air murni dan bandingkan dengan air yg sudah dicampur
detergen jelaskan apa yang terjadi!
4.
Tangan
yang diolesi minyak, coba dibilas dg air murni kemudian dibandingkan dengan air
yang dicampur detergen gosok-gosok sedikit, amati apa yang terjadi!
c.
Praktikum ketiga:
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Masukkan berbagai jenis air kedalam cawan petri.
3. Masukkan
kertas lakmus pada
media yang akan di uji.
4. Setelah
kertas lakmus dicelupkan pada media yang akan diuji, amati perubahan warna dari
kertas lakmus tersebut.
d. Praktikum
keempat:
1. Siapkan alat dan bahan yang dipergunakan.
2. Oleskan larutan pestisida secara” topical aplication”
pada bagian thorax dari serangga jangkrik, kemudian amati gejala yg muncul
sampai mati, serta waktu yg dibutuhkan sampai serangga mati.
3. Tumbuk akar tanaman dan peras pada wadah yg sudah diberi
ikan, amati gejala yang timbul sampai ikan mati, dan hitung waktu yg dibuthkan sampai ikan mati.
e. Praktikum
kelima:
1.
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Beri
lubang-lubang kecil pada permukaannya dan juga pada tutup botol aqua tanggung.
3.
Pada
tutup yang sudah dilubangi dimasukkan kawat pengait yang pada ujung dalamnya
diisi kapas.
4.
Kapas
yang ada isi dengan berbagai jenis atraktan (petrogenol, bahenol, dan minyak
atsiri).
5.
Gantungkan
botol pada tempat yang ada tanaman buahnya.
6.
Setelah
beberapa hari hitung berapa lalat buah yang masuk kedalam erangkap botol yang
telah dipasang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Praktikum Pertama: Perkenalan Bentuk
Fisik dan Formulasi Pestisida
4.1.1 Hasil
Pengenalan bentuk fisik dan formulasi pestisida dilakukan dengan mengamati
beberapa macam pestisida. Formulasi EC, WSC, dan WP
dicampurkan 1 sendok ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya sudah diisi air. Setelah diamati diperoleh data seperti yang disajikan
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Perubahan yang terjadi pada beberapa jenis formulasi setelah
ditambahkan dengan air
No
|
Jenis Formulasi
|
Perubahan yang
Terjadi setelah di Tambahkan dengan Air
|
1
|
EC
|
Warna menjadi putih pekat atau putih seperti susu
|
2
|
WSC
|
Menyatu dengan air warna dari formulasi tetap sama
seperti awalnya
|
3
|
WP
|
Formulasi kurang stabil sehingga perlu diaduk
dan berwarna putih
|
4.1.2 Pembahasan
A. Contoh-contoh
Formulasi
1. Contoh
formulasi padat:
a.
Water Dispersable Granule (WDG):
Formulasi dengan bentuk Granule akan tetapi dalam aplikasinya harus dilarutkan
dengan air untuk disemprotkan.
b.
Dust (D): Formulasi tepung hembus siap
pakai, penggunaannya dengan cara dihembuskan.
c.
Bait (B): Formulasi siap pakai dalam
bentuk umpan, biasanya dipakai untuk rodentisida (umpan tikus).
2.
Contoh formulasi cair :
a. Water
Soluable Consentrate (WSC): Pekatan yang larut dalam air, jika dilarutkan dalam
air membentuk ikatan yang homogen sehingga
tidak terjadi emulsi, penggunaan dengan cara disemprotkan.
b. Aqueous
Solution (AS): Pekatan dalam air dengan tingkat kelarutan yang tinggi,
digunakan dengan cara disemprotkan.
c. Soluable
Liquid (SL) = WSC: Pekatan yang larut dalam air, hanya penamaan sesuai standard
FAO adalah SL, penggunaan dengan cara
disemprotkan.
d. Oil
Concentrate (OC): Larutan dalam minyak, biasanya dicampur dengan larutan minyak
seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan
ULV (ultra low volume) dengan menggunakan atomizer.
e. Vapour
Liquid ( VL ) : Larutan yang diuapkan dengan alat pemanas khusus.
3. Contoh
formulasi gas
a. Capsulated
Suspension (CS): Formulasi dengan bahan aktif yang tersimpan dalam micro capsul
yang dapat disuspensikan kedalam air sebelum penggunaan, untuk formulasi jenis
ini hanya dapat digunakan dengan metoda penyemprotan saja.
b. Aerosol
(AE): Formulasi yang berbentuk partikel padat yang melayang di udara, biasanya
dalam bentuk siap pakai.
B.
Nama
Dagang, Bahan Aktif, Kandungan Bahan Aktif, dan Formulasi dari Insektisida,
Fungisida, Herbisida, Rodentisida, dan Fumigan
1. Insektisida
a. Nama dagang: Bomber 20 EC, bahan aktif: Permetrin, kandungan bahan aktif: 20 g/l, dan jenis formulasi: cair.
b. Nama dagang: BRASSO 250 EC, bahan aktif: Sipermetrin, kandungan bahan aktif: 250 g/l, dan jenis formulasi: cair.
c. Nama dagang: INDOCRON 500 EC, bahan aktif: Profenofos, kandungan bahan aktif: 500 g/l, dan jenis formulasi: cair.
d.
Nama
dagang: DELTA
25 EC, bahan aktif: Deltametrin, kandungan bahan aktif: 25 g/l, dan jenis formulasi: cair.
2.
Fungisida
a.
Nama
dagang: Cuprafit OB 21, bahan aktif:
Tembagaoksiklorida, kandungan
bahan aktif: 50%,
dan jenis formulasi: padat.
b.
Nama
dagang: Ridomil, bahan aktif: Metalaksil, kandungan bahan
aktif: 35%, dan jenis formulasi: padat.
c.
Nama
dagang: Revus, bahan aktif: Mandipropamid, kandungan bahan
aktif: 250 g/l, dan jenis formulasi: cair.
3.
Herbisida
a.
Nama
dagang: NUFARIS, bahan aktif: Isopropilaminaglifosat, kandungan bahan aktif: 50%, dan
jenis formulasi: cair.
b.
Nama
dagang: ALLY 20 WDG,
bahan aktif: Metil Metsulfuron, kandungan bahan
aktif: 20 %, dan jenis
formulasi: padat.
c.
Nama
dagang: FENOMIN, bahan aktif: Dimetil Amina, kandungan
bahan aktif: 865 gr/l, dan jenis formulasi: cair.
4.
Rodentisida
a. Nama dagang: Rattropik, bahan aktif: Bromodiolon, kandungan bahan
aktif: 0,005%,
dan jenis formulasi: padat.
b.
Nama
dagang: Klerat, bahan aktif: Bromodiolon, kandungan bahan
aktif: 0,005%,
dan jenis formulasi: padat.
c. Nama dagang: Rodex, bahan aktif: Bromodiolon, kandungan bahan
aktif: 0,005%,
dan jenis formulasi: padat.
5. Fumigan
a. Nama dagang: Phostoxin 56 Tb, bahan aktif: Aluminium Phosphide, kandungan bahan aktif: 56%, dan
jenis formulasi: padat.
b. Nama dagang: Toxphos 56 Tb, bahan aktif: Aluminium Phosphide, kandungan bahan aktif: 56%, dan
jenis formulasi: padat.
C. Perubahan
Warna pada Beberapa Formulasi Pestisida
Formulasi
EC ketika di campurkan kedalam air perubahan warna
menjadi putih pekat atau putih seperti susu hal ini dikarenakan terjadinya suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam
air. Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi yang berwarna putih pekat/ putih susu, berarti hasil dari percobaan menunjukkan kesesuaian dengan literature.
Dimana EC merupakan pestisida ditambahkan bahan emulsi (pencampur minyak),
dengan demikian bahan aktif yang hanya larut dalam minyak dapat larut juga di
dalam air, membentuk larutan seperti susu saat dicampur dengan air, bersifat
stabil saat dicampur air, sehingga tidak perlu diaduk terus menerus selama
pemakaian.
Formulasi
WSC ketika dicampurkan dengan air formulasi ini langsung menyatu dengan air
warna dari formulasi tetap sama seperti awalnya. Ini menunjukkan bahwa sistem
solvent yang digunakan berbasis air bukan minyak. Oleh sebab itu, formulasi WCS
jika dicampur dengan air akan membentuk larutan homogen.
Formulasi
WP ketika dicampurkan dengan air formulasi kurang stabil sehingga perlu
diaduk hingga membentuk suspensi didalam air dan berwarna putih. Hasil ini menunjukkan
memang benar formulasi WP akan membentuk suspensi ketika dicampur dengan air.
4.2 Praktikum Kedua: Pengenalan Fungsi
dari Surfaktan
4.2.1 Hasil
Pengenalan fungsi dari surfaktan dilakukan dengan mengamati jenis campuran
dari masing-masing bahan. Setelah diamati diperoleh data seperti yang disajikan
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Keadaan campuran berbagai jenis bahan-bahan dengan air
No
|
Jenis Campuran
|
Keadaan Campuran
|
|
Tanpa Detergen
|
Ditambah Detergen
|
||
1
|
Air+twinn 80+minyak
|
Tercampurannya baik putih kekuningan
|
-
|
2
|
Air+kopi
|
Tercampur
tapi cepat mengendap
|
Tercampur
hitam pekat
|
3
|
Air+debu
|
Tercampurnya susah (keruh mengendap)
|
Tercampur
dengan cepat (hitam pekat)
|
4
|
Air+asam oleat+minyak
|
Tidak tercampur (minyak dan asam olenak terpisah)
|
-
|
5
|
Air+minyak
|
Tidak
tercampur (terpisah
minyak diatas dan air dibawah)
|
-
|
6
|
Air+surfaktan twin 80
|
Tercampur berwarna putih
|
-
|
7
|
Air+tepung
|
Pencampurannya
lama
|
Tercampur (lebih pekat)
|
4.2.2 Pembahasan
A. Debu
kering, Tepung, Susu/kopi, minyak dibagi 2 bagian, yang Satu
dicampur dengan Detergen Secara Merata, yang Satu
Lagi Tidak ditambahkan Detergen
Surfaktan
merupakan bahan yang selalu ditambahkan kedalam formulasi suatu pestisida
dengan tujuan tertentu, sebagai agen pendispersi (dispersant), agen pembasah
(wetting agent).
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan
turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu,
tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan.
Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi
membentuk misel.
Bahan-bahan seperti
debu kering, tepung, susu/kopi,
minyak dibagi 2 bagian, yang satu dicampur dengan
detergen secara merata, yang satu lagi tidak ditambahkan detergen. Didapatkanlah hasil seperti tabel 4.2 yang dimana dapat
diketahui bahan-bahan yang tanpa ditambahkan detergen susah tercampur dengan
baik, ada yang tercampur, dan ada yang tidak tercampur. Sedangkan dengan
titambahkan detergen bahan-bahan lebih mudah untuk tercampur.
Bubuk kopi, tepung,
dan debun yang ditambahkan dengan detergen warnanya lebih pekat dibandingkan
yyang tanpa detergen. Semakin bagus surfaktan maka semakin bagus pula
perncampuran yang akan terjadi. Hal yang dapat mempengaruhi tercampurnya
bahan-bahan tersebut juga tergantung banyaknya konsentrasi yang ditambahkan.
B. Teteskan
Daun Talas dengan Air
Murni dan Bandingkan dengan Air
yang Sudah dicampur Detergen
Pada saat air murni diletakkan pada daun talas, daun talas tidak terbasahi karena pada
daun talas terdapat lapisan lilin yang
menghambat masuknya air kedalam organ daun
talas. Sedangkan pada saat air dicampurkan
dengan detergen terlebih
dahulu maka terjadi suatu proses pembasahan saat diletakkan pada daun talas. Lapisan daun lilin talas menjadi
rusak sehingga larutan air dan surfaktan tersebut dapat membasahi daun talas.
C. Tangan
yang diolesi Minyak, Coba dibilas dengan Air
Murni kemudian dibandingkan dengan
Air yang dicampur Detergen
Gosok-gosok Sedikit
Tangan yang dibilas dengan air murni tidak bisa menghilangkan minyak
pada tangan, sedangkan yang dibilas dengan air yang ditambahkan detergen minyak
menjadi gampang tercuci dari tangan. Hal itu terjadi oleh
karena.
Deterjen
adalah sebuah senyawa yang memudahkan proses pembersihan dan mengandung bahan
surfaktan. Surfaktan adalah senyawa kimia yang dalam molekulnya memiliki dua
ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung yang biasa disebut
kepala (hidrofil), sifatnya suka air dan ujung yang disebut ekor (lipofil),
sifatnya tidak suka air. Dalam proses pencucian menggunakan air,
bagian hidrofil akan berinteraksi dengan air sedangkan
bagian lipofil akan berinteraksi dengan kontaminan seperti pestisida.
Dengan demikian surfaktan bertindak sebagai jembatan dan dengan sendirinya akan
meningkatkan efektifitas pencucian pestisida menggunakan air. Karena sifat
inilah detergen mampu mengangkat kotoran dari tangan yang telah diberikan minyak.
D. Fungsi
Surfaktan dibidang Pertanian
Fungsi surfaktan
dibidang pertanian dapat dilihat dari banyaknya produk-produk pestisida yang
ada. Produk-produk
semacam ini berfungsi untuk merekatkan larutan semprot pestisida
pada permukaan daun atau bagian tanaman. Surfaktan bekerja dengan cara
meningkatkan adesi partikel ke bidang sasaran, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya butiran semprot pestisida luruh (roll off) atau
tercuci akibat guyuran air hujan. Beberapa diantara produk-produk ini juga
berfungsi mengurangi penguapan. Kebanyakan produk perekat yang dijual dipasaran
juga merupakan bahan perata (surfaktan).
Surfaktan membantu membasahi bidang sasaran
semprot dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Dengan demikian, butiran
semprot akan lebih mudah menempel pada bidang sasaran.
Penggunaan surfaktan dapat mencegah
butiran semprot luruh dari bidang sasaran, terutama untuk tanaman yang
daunnya berlilin atau berbulu-bulu halus. Namun penggunaan surfaktan yang berlebihan justru akan meningkatkan
aliran (run off) yang mengakibatkanefikasi pestisida menjadi berkurang. Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah
bahan yang digunakan untuk membantu pembentukan emulsi. Jika minyak
dicampur ke dalam air, minyak dan air akan terpisah. Jika kedalam campuran tersebut
ditambahkan emulsifier dan kemudian diaduk, campuran minyak dan air
tersebut akan membentuk emulsi
(Wordpress, 2009).
4.3 Praktikum Ketiga: Mengenal Sifat-sifat Asam dan Basa
4.3.1 Hasil
Mengenal sifat-sifat asam dan basa dilakukan dengan menguji air dengan
kertas lakmus. Setiap jenis air yang ada ditaruh dalam cawan petri setelah itu
amati. Setelah diamati diperoleh data seperti yang disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. pH pada setiap jenis air yang diuji
No
|
Jenis
|
pH
|
1
|
Air Kapur
|
12 (basa)
|
2
|
Air Sumur
|
7 (netral)
|
3
|
Air PAM
|
7 (netral)
|
4
|
Fungisida (Topsin)
|
7 (netral)
|
5
|
Air Kali
|
6-7 (netral)
|
6
|
Insektisida (Matador)
|
4
(asam)
|
4.3.2 Pembahasan
A. Perubahan Warna dari Kertas Lakmus
Berdasarkan sifat keasaman suatu larutan, maka larutan dapat digolongkan
kedalam: larutan yang bersifat asam, basa dan netral. Sebagai cara yang
digunakan untuk menyatakan derajat keasaman, digunakan satuan PH yang
sebetulnya adalah nilai logaritma dari konsentrasi ion hidrogen. Nilai PH
berkisar antara 0 -14. Larutan yang mempunyai PH 0 - <7 adalah bersifat
asam, >7 – 14 adalah bersifat basa, sedangkan kalau tepat 7 dinamakan
netral. Dalam praktikum ini kita akan menggunakan kertas indikator (petunjuk)
untuk menunjukkan larutan apakah bersifat asam, basa atau netral. Kertas lakmus
yang digunakan ada yang berwarna merah atau biru.
Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa air sumur, air PAM, air yang
ditambahkan fungisida (Topsin), dan air kali memiliki pH netral yaitu pH 7.
Kandungan pH terendah terdapat pada air yang ditambahkan insektisida (Matador)
yaitu dengan pH 4 yang berarti asam. Sedangkan kandungan pH tertinggi terdapat
pada air kapur yaitu dengan kandungan pH 12.
Air kapur memiliki kandungan pH tertinggi oleh karena air kapur memiliki
kandungan garam yang banyak. pH merupakan kandungan garam. Semakin banyak
kandungan garam suatu air maka akan semakin tinggi kandungan pH yang
dimilikinya. Sedangkan semakin rendah kandungan garam yang dimiliki oleh air
maka semakin rendah pula kandungan garamnya seperti pada air yang telah
ditambahkan dengan insektisida (Matador).
B.
Pestisida yang Bersifat
Asam tidak Boleh dicampur dengan Pestisida
yang Bersifat Basa
Pestisida yang
bersifat asam tidak boleh dicampurkan dengan pestisida yang bersifat basa
karena jika keduanya dicampurkan akan membentuk garam. Garam
adalah senyawa yang terbentuk dari reaksi asam dan basa. Tingkat garam pada tanaman yang berlebih menyebabkan
tingkat racun yang lebih tinggi juga. Sehingga akan menimbulkan
keracunan pada tanaman, sehingga tanaman dapat mati.
4.4 Praktikum Keempat: Pengamatan Gejala Keracunan Pestisida
4.4.1 Hasil
Pengamatan gejala keracunan pestisida yang dilakukan adalah dengan
mengamati dosis lethal dari Matador 25 EC terhadap jangkrik dan rotenon
terhadap ikan-ikan kecil. Setelah diamati kurang lebih 30 menit diperoleh data
seperti yang disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Gejala keracunan pestisida pada jangkrik dan ikan-ikan kecil
No
|
Organisme
|
Gejala
|
Waktu
Mati
|
1
|
Jangkrik pertama
|
Menggaruk mulut, menggaruk antena, kejang-kejang,
lemas, dan akhirnya mati
|
20 menit
|
2
|
Jangkrik kedua
|
Menggaruk mulut, menggaruk antena, kejang-kejang,
lemas, dan akhirnya mati
|
21 menit
|
3
|
Ikan-ikan kecil (pertama)
|
Ikan mulai panik, bergerak naik turun, lemas dan kemudian mati
|
11 menit
|
4
|
Ikan-ikan kecil (kedua)
|
Ikan mulai panik, bergerak naik turun, lemas dan kemudian mati
|
10 menit
|
4.4.2 Pembahasan
Tosisitas (toxisity)
atau daya racun adalah sifat bawaan pestisida yang menggambar potensi pestisida
untuk menimbulkan kematian langsung (atau bahaya lainnya) pada hewan tingkat
tinggi, termasuk manusia. Pada
praktikum gejala keracunan pestisida dilakukan dua percobaan yaitu dengan
pestisida Matador 25 pada jangkrik dan
rotenon pada ikan-ikan kecil. Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa terjadi
perbedaan waktu antara jangkrik pertama dan jangkrik kedua namun gelaja
toksisitasnya sama dimulai dari menggaruk mulut, mengaruk antena,
kejang-kejang, lemas, dan akhirnya mati.
Rotenon merupakan akar dari tanaman tuba
yang bisa digunakan sebagai pestisida alami. Pada percobaan kedua
dialakukan uji coba rotenon terhadap ikian-ikan kecil. Terlihat pada tabel 4.4
terjadi perbedaan waktu antara ikan-ikan kecil pertama dan ikan-ikan kecil
kedua akan tetapi gejala keracunannya sama yaitu dimulai dari ikan
mulai panik, bergerak naik turun, lemas dan kemudian mati. Perbedaan waktu
antara percobaan ikan-ikan kecil pertama dan ikan-ikan kecil kedua tidak
terlalu lama berselang antara satu menit.
Adanya perbedaan waktu antara percobaan pertama pada
jangkrik dan ikan-ikan kecil dipengaruhi juga oleh konsentrasi pestisida yang
diberikan. Semakin besar dosis yang diberikan maka daya mematikan pestisida
terhadap sasarannya akan semakin cepat. Begitu pula sebaliknya jika dosis
semakin sedikit maka daya mematikan pestisida terhadap sasarannya akan semakin
lambat.
4.5 Praktikum Kelima: Uji
Atraktan
(Minyak Atsiri, Petrogenol,
dan Bahenol)
4.5.1 Hasil
Uji atraktan yang dilakukan ialah membandingkan atraktan yang paling
disukai oleh lalat buah. Perangkap masing-masing diberi atraktan yang berbeda
lalu diamati. Setelah diamati selama lima hari diperoleh data seperti yang
disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Jumlah lalat buah disetiap perangkap yang diisi jenis atraktan
yang berbeda
No
|
Jenis Atraktan
|
Jumlah Lalat Buah
|
|||||
Kelas A
|
Kelas B
|
||||||
Klp 1
|
Klp 2
|
Klp 3
|
Klp 1
|
Klp 2
|
Klp 3
|
||
1
|
Minyak
Atsiri
|
12
|
-
|
-
|
238
|
-
|
-
|
2
|
Petrogenol
|
-
|
1
|
-
|
-
|
621
|
-
|
3
|
Bahenol
|
-
|
-
|
18
|
-
|
-
|
21
|
4.5.2 Pembahasan
Atraktan dapat
digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam tiga cara, yaitu:
mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, menarik lalat buah untuk
kemudian dibunuh dengan perangkap, serta mengacaukan lalat buah dalam
perkawinan, berkumpul, dan cara makan. Atraktan
ini tidak membunuh serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu,
serangga penyerbuk atau musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu
hanya dapat menagkap hama lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau dampak
negatif dari penggunaannya.
Pada praktikum yang dilakukan perangkap masing-masing diisi dengan atraktan
yang berbeda-beda. Perangkap 1 berisi minyak atsiri, perangkap 2 berisi
petrogenol, dan perangkap 3 berisi bahenol. Ketiga perangkap ini dibagikan
kemasing-masing kelompok. Kelompok yang ada berasal dari kelas A dan B. Masing-masing
kelompok memasang perangkap ditempat-tempat yang berbeda. Kelas A dipasang pada
masing-masing rumah anggota kelompok yang memiliki tanaman buah sedangkan kelas
B memasangnya di kebun depan Gedung Pasca Sarjana
Kelas A yang terdiri dari masing-masing tiga kelompok yaitu kelmpok 1
dengan jenis atraktan minyak atsiri, kelompok 2 dengan jenis atraktan
petrogenol, dan kelompok 3 dengan jenis atraktan bahenol. Kelompok 1
mendapatkan jumlah lalat buah sebanyak 12 ekor, kelompok 2 mendapatkan 1 ekor,
dan kelompok 3 mendapatkan 18 ekor. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
atraktan dengan jenis bahenol mendapatkan jumlah lalat buah terbanyak.
Sedangkan di kelas B kelompok 1 mendapatkan jumlah lalat buah sebanyak 238
ekor, kelompok 2 sebanyak 621 ekor, dan kelompok 3 sebanyak 21 ekor. Dapat
dilihat di kelas B jenis atraktan yang paling banyak mendapat lalat buah adalah
petrogenol berbeda dengan kelas A.
Hal ini terjadi oleh karena beberapa faktor. Perbandingan antara jenis
atraktan di kelas A dangan kelas B sanagat jauh. Faktor yang bisa mempengaruhi
adalah faktor lingkungan. Setiap kelompok yang ada memasang perangkap
ditempat-tempat yang berbeda-beda. Jenis atraktan jika dandingkan dari data
hasil menunjukkan petrogenol mendapatka jumlah tertinggi yaitu 621 ekor lalat
buah. Hal ini dapat terjadi karena keefektifan petrogenol bergantung pada kondisi peletakan
perangkap, semakin ternaungi sinar matahari semakin tahan lama dan sebaliknya
semakin terbuka terhadap sinar matahari maka semakin cepat habisnya. Kandungan
petrogenol mencapai puncaknya pada pagi hari, dan mulai menurun siang hari.
Makin lama kandungan senyawa petrogenol makin menipis karena terbawa angin dan
menguap bersama dengan udara.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa.
1.
Pestisida adalah substansi kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan
berbagai hama. Formulasi
pestisida dapat dibedakan menjadi tiga yaitu formulasi padat contohnya WDO, D,
dan B. Formulasi cair contohnya WSC, AS, SL, OC, dan VL. Fomulasi gas contohnya CS dan AE.
2.
Surfaktan
merupakan bahan yang selalu ditambahkan kedalam formulasi suatu pestisida
dengan tujuan tertentu, sebagai agen pendispersi (dispersant), agen pembasah
(wetting agent). Di bidang
pertania surfaktan dimanfaatkan dalam perekat, dan agen pengaktif permukaan
pada suatu pestisida.
3.
Pestisida
yang bersifat asam tidak boleh dicampurkan dengan pestisida yang bersifat basa
karena jika keduanya dicampurkan akan membentuk garam.
4.
Semakin besar dosis yang diberikan maka
daya mematikan pestisida terhadap sasarannya akan semakin cepat. Begitu pula
sebaliknya jika dosis semakin sedikit maka daya mematikan pestisida terhadap
sasarannya akan semakin lambat.
5.
Keefektifan petrogenol bergantung pada kondisi
peletakan perangkap, semakin ternaungi sinar matahari semakin tahan lama dan
sebaliknya semakin terbuka terhadap sinar matahari maka semakin cepat habisnya.
Kandungan petrogenol mencapai puncaknya pada pagi hari, dan mulai menurun siang
hari. Makin lama kandungan senyawa petrogenol makin menipis karena terbawa
angin dan menguap bersama dengan udara.
5.2
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, dapat saya
sarankan sebagai berikut.
1.
Kepada petani agar lebih memperhatikan label atau merek dan dapat memilih
pestisida dengan bijak supanya pestisida dapat tepat jenis, cara aplikasi,
sasaran, waktu, dan takaran.
2.
Kepada mahasiswa agar meneliti dan membuat pestisida dari bahan-bahan ramah
lingkungan yang dapat dijadikan pestisida alami sehingga tidak mencemari
lingkungan.
3.
Kepada masyarakat agar lebih memperhatikan kebersihan lingkungan jangan
sampai lingkungan rusak oleh pestisida.
DAFTAR PUSTAKA
Budi. 2011.
“Toksisitas dan Formulasi Pestisida”. Tersedia pada: http://www.budidarma.com/2011/06/toksisitas-dan-formulasi-pestisida.html. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.
Intan. 2013. “Surfaktan”.
Tersedia pada: http://intanint.blogspot.com/2013/12/makalah-surfaktan.html. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.
Kurnianto. 2013. “Lalat Buah (Bactrocera sp.)”. Tersedia pada: http://www.tanijogonegoro.com/2013/05/lalat-buah.html. Dilakses tanggal: 1 Desember 2015.
Munaf, Sjamsuir. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Jakarta: Widya
Medika.
Pradana. 2014. “Sifat Asan dan Basa”. Tersedia pada: http://pradana15.blogspot.com/2014/07/laporan-praktikum-ilmu-hama-tumbuhan.html. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.
Pradana. 2014. “Sifat Asan dan Basa”. Tersedia pada: http://pradana15.blogspot.com/2014/07/laporan-praktikum-ilmu-hama-tumbuhan.html. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.
R.Tia. 2010.
“Atraktan”. Tersedia pada: http://rtia.sh08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/laporan-percobaan-atraktan-ihtd/. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar