Rabu, 18 Januari 2017

Laporan Praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya semakin banyak jumlah dan beragam jenisnya. Terjadinya ledakan serangan hama dan penyakit ini karena resistensi hama dan penyakit terhadap pestisida. Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Pestisida yang beredar dipasaran sekarang juga beragam jenisnya. Setiap pestisida memiliki bentuk fisik dan formulasinya tersendiri. Selain itu pestisida yang sekarang banyak dikembangkan ditambahkan surfaktan. Surfaktan merupakan salah satu komponen dari fomulasi yang dimana surfaktan berfungsi sebagai agen pegaktif permukaan (surface active agent).
Petani dalam mengendalikan hama dan penyakit sekarang lebih memilih menggunakan pestisida tanpa memperhitungkan dampak pestisida terhadap lingkungan. Dampak yang pestisida tidak hanya terhadap lingkungan namun serangga dan manusia juga dapat terkena. Keracunan pestisida atau yang sering disebut dengan totksisitas merupakan salah satu tolak ukur akan bahayanya suatu pestisida.
Pengaplikasian pestisida ketanaman dapat dilakukan dengan penyemprotan langsung denngan spayer. Selain melaui aplikasi semprot pestisida juga ada yang dipasang dalam perangkap. Perangkap yang sederhana terbuat dari botol bekas yang diisi atraktan. Atraktan merupakan suatu bahan pengikat untuk memikat hama terutama hama lalat buah. Oleh karena itu perlunya dilakuakan suatu pemahaman terhadap bentuk fisik dan formulasi pestisida. Selain itu perlu juga pemahaman akan fungsi dari surfaktan, gejala keracunan suatu pestisida, dan pemahaman akan penggunaan atraktan. Sehingga dalam pengaplikasian atau penggunaan pestisida dapat terhindarnya atau mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan juga keracunan atau toksisitas.


1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
  1. Untuk mengetahui bentuk fisik dan formulasi pestisida.
  2. Untuk mengetahui fungsi dari surfaktan.
  3. Untuk mengetahui sifat-sifat asam dan basa pada pestisida.
  4. Untuk mengetahui gejala keracunan pestisida pada jangkrik dan ikan kecil.
  5. Untuk mengetahui hasil uji atraktan (minyak atsiri, petrogenol, dan bahenol) pada lalat buah.






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Formulasi Pestisida
Formulasi (formulated product), ialah komposisi dan bentuk pestisida yang dipasarkan. Pestisida yang terdapat dipasaran umumnya tidaklah merupakan bahan aktif 100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahan yang tidak aktif 100%, karena selain zat pengisi atau bahan tambahn yang tidak aktif (inert ingridient) juga ada yang berisi campuran dari 2 atau lebih pestisida (Munaf, 1997). Adapun macam-macam formulasi pestisida yaitu: formulasi padat, formulasi cair, dan formulasi gas.

2.2 Surfaktan
Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan tegangan permukaan (Intan, 2013). Surfaktan merupakan bahan yang selalu ditambahkan kedalam formulasi suatu pestisida dengan tujuan tertentu, sebagai agen pendispersi (dispersant), agen pembasah (wetting agent) dsb. Adapun klasifikasi surfaktan menurut Intan (2013) adalah sebagai berikut.

a.         Menurut sifat elektrokimia atau ionisasi molekul
Molekul zat aktif permukaan terdiri dari dua gugus yang penting, yaitu gugus liofil (menarik pelarut) dan gugus liofob (menolak pelarut). Gugus liofob biasanya terdiri dari rantai alifatik atau aromatik, atau gugus aril alkil (aralkil) yang biasanya terdiri dari paling sedikit sepuluh atom karbon. Dalam medium air sebagai pelarut, gugus liofob yang juga disebut gugus hidrofob bersifat menjauhi air. Sedang gugus liofil atau dalam air dikenal sebagai gugus hidrofil lebih banyak menentukan sifat-sifat kimia fisika zat aktif permukaan daripada gugus hidrofob.


b.         Menurut struktur kimia
Agster menyusun golongan ini atas tujuh bagian, penggolongan ini erat hubungannya dengan cara pembuatan zat aktif permukaan. Misalnya dengan cara penyabunan atau kondensasi terhadap asam lemak, sulfotasi terhadap rantai alifatik tinggi, dan sebagainya. Penggolongan menurut struktur kimia dapat dibagi sebagai berikut : Sabun (contoh: Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb), Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan (contoh: Minyak jarak yang disulfatkan atau TRO), Parafin atau olefin yang disulfurkan (contoh: senyawa sulfochlorida yang disabunkan Mersolat, olefin yang disulfatkan atau Tepol), Aralkil sulfonat (contoh: alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-Na atau Nekal A), Alkil sulfat (contoh: Alkil sulfat primer dari alkil alkohol primer, Alkil sulfat sekunder dari alkil alkohol sekunder), Kondensat asam lemak (contoh: kondensat dengan gugus amino seperti Medialan A, Sapamine A, kondensat mengandung gugus oksi seperti Immersol S, Soromin A, kondensat dengan gugus inti aromatik seperti Melioaran F), dan Persenyawaan polietilenaoksida atau poliglikoeter (contoh: Alkil amin poliglikol eter seperti Peregal OK, Dispersol E).

c.         Menurut kelarutannya
Adapun kelarutan pestisida antara lain: Surfaktan yang larut dalam minyak terdiri dari tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon dan surfaktan yang larut dalam pelarut air yang dimana golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, deterjen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya.
2.3 Sifat Asam dan Basa
Sifat basa ini merupakan istilah yang dari bahasa arab yang berarti abu. Suatu senyawa dikelompokan menjadi basa jika zat tersebut dilarutkan ke dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH). Zat yang bersifat basa antara lain: Natrium Hidroksida (NaOH), Kalium Hidroksida (KOH), pasta gigi dan sabun. Istilah asam berasal dari bahasa latin yaitu acetum yang berarti cuka. Pengertian asam menurut Arhenius adalah zat yang menghasilkan ion H+ didalam air. Jadi asam dapat diartikan sebagai senyawa yang menghasilkan ion hydrogen (H+) ketika dilarutkan ke dalam air. Zat yang bersifat asam antara lain: asam khlorida (HCI), air aki (asam sulfat) dan pembersih porselin (Pradana, 2014).

2.4 Toksisitas Pestisida
Besarnya daya racun suatu pestisida dinilai dari toksiksitasnya. Toksiksitas akut pestisida dapat dinyatakan dengan 2 simbol, yaitu: LD 50 (Lethal Dose 50) atau LC 50 (Lethal Concentration 50) ialah kadar atau kosentrasi pestisida yang diperkirakan dapat membunuh 50 persen binatang percobaan. Satuannya ialah mg bahan aktif suatu pestisida per kg berat badan binatang percobaan (mg/kg). Penentuaan toksiksitas akut pestisida dapat digunakan bintang percobaan: tikus putih, anjing, burung atau ikan. Dikatakan bahwa tikus secara biologis mempunyai sifat sama seperti manusia, sehingga dapat diasumsikan bahwa sensitivitas pada tikus relatif sama dengan manusia. Toksiksitas pestisida sangat tergantung pada cara masuknya pestisida ke dalam tubuh. Pada penentuan toksiksitas pestisida per oral, pestisida diberikan melalui makanan dan diperoleh LD 50 oral, dan yang melalui kulit diperoleh LD 50 dermal, dan bila pemaparan melalui air atau udara (terhisap) ditentukan LC 50 selama 24 jam, 48 jam, 96 jam, dan seterusnya (lama waktu pemaparan). LC umumnya dinyatakan dalam ppm (part per million) atau ppb (part per bilion) (Budi, 2011).



2.5 Atraktan
Atraktan merupakan bahan pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu. Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan lain-lain (R.Tia, 2010).
Lalat buah (Bactrocera sp.) adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera, Famili Tephritidae tersebut kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye, hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Tepi ujung sayap ada bercak-bercak coklat kekuningan. Abdomennya terdapat pita-pita hitam, sedangkan pada thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan (Kurnianto, 2013).

















BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat
a.       Praktikum pertama:
Waktu: Hari Rabu tanggal 21 Oktober 2015 pukul 02.00 WITA.
Tempat: Laboratorium Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
b.      Praktikum kedua:
Waktu: Hari Rabu tanggal  28 Oktober 2015 pukul 02.00 WITA.
Tempat: Laboratorium Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
c.       Praktikum ketiga:
Waktu: Hari Rabu tanggal  4 Novemberr 2015 pukul 02.00 WITA.
Tempat: Laboratorium Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
d.      Praktikum keempat:
Waktu: Hari Kamis tanggal 11 November 2015 pukul 02.00 WITA.
Tempat: Laboratorium Pestisida Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.
e.       Praktikum kelima:
Waktu: Hari Kamis tanggal  3 Desember 2015 pukul 01.00 WITA.
Tempat: Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar.

3.2 Alat dan  Bahan
a.       Praktikum pertama:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah formulasi padat (misalnya: WP, S, G), formulasi cair (misalnya: EC, WSC, F), formulasi gas, dan air. Alat-alat yang diperlukan adalah tabung reaksi dan pengaduk.

b.      Praktikum kedua:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah minyak twin 80 (surfaktatn), air, tepung, detergen, bubuk kopi, debu, minyak, dan daun talas. Alat yang diperlukan adalah tabung reaksi.
c.       Praktikum ketiga:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah beberapa pestisida, air suling, air got, air sumur, air kali, air PAM, dan kertas lakmus. Alat yang diperlukan adalah cawan petri.
d.      Praktikum keempat:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah pestisida matador 25 EC, ikan-ikan kecil, jangkrik, air, dan rotenon. Alat yang diperlukan adalah gelas ukur.
e.       Praktikum kelima:
Bahan-bahan yang diperlukan adalah petrogenol, bahenol, dan minyak atsiri. Alat yang diperlukan adalah jarum suntik, kawat, dan botol aqua tanggung.

3.3 Cara Kerja
a.       Praktikum pertama:
1.      Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Campurkan satu sendok kecil formulasi pestisida EC, WSC, WP kedalam air, amati apa yang terjadi dan bagaimana perubahan warnanya.
b.      Praktikum kedua:
1.      Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Debu kering, tepung, susu/kopi, minyak dibagi 2 bagian, yang satu dicampur dengan detergen secara merata, yang satu lagi tidak ditambahkan detergen; amati apa yang terjadi.
3.      Teteskan daun talas dengan air murni dan bandingkan dengan air yg sudah dicampur detergen jelaskan apa yang terjadi!
4.      Tangan yang diolesi minyak, coba dibilas dg air murni kemudian dibandingkan dengan air yang dicampur detergen gosok-gosok sedikit, amati apa yang terjadi!
c.       Praktikum ketiga:
1.      Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Masukkan berbagai jenis air kedalam cawan petri.
3.      Masukkan kertas lakmus pada media yang akan di uji.
4.      Setelah kertas lakmus dicelupkan pada media yang akan diuji, amati perubahan warna dari kertas lakmus tersebut.
d.      Praktikum keempat:
1.      Siapkan alat dan bahan yang dipergunakan.
2.      Oleskan larutan pestisida secara” topical aplication” pada bagian thorax dari serangga jangkrik, kemudian amati gejala yg muncul sampai mati, serta waktu yg dibutuhkan sampai serangga mati.
3.      Tumbuk akar tanaman dan peras pada wadah yg sudah diberi ikan, amati gejala yang timbul sampai ikan mati, dan hitung  waktu yg dibuthkan sampai ikan mati.
e.       Praktikum kelima:
1.      Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Beri lubang-lubang kecil pada permukaannya dan juga pada tutup botol aqua tanggung.
3.      Pada tutup yang sudah dilubangi dimasukkan kawat pengait yang pada ujung dalamnya diisi kapas.
4.      Kapas yang ada isi dengan berbagai jenis atraktan (petrogenol, bahenol, dan minyak atsiri).
5.      Gantungkan botol pada tempat yang ada tanaman buahnya.
6.      Setelah beberapa hari hitung berapa lalat buah yang masuk kedalam erangkap botol yang telah dipasang.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Praktikum Pertama: Perkenalan Bentuk Fisik dan Formulasi Pestisida
4.1.1 Hasil
Pengenalan bentuk fisik dan formulasi pestisida dilakukan dengan mengamati beberapa macam pestisida. Formulasi EC, WSC, dan WP dicampurkan 1 sendok ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya sudah diisi air. Setelah diamati diperoleh data seperti yang disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Perubahan yang terjadi pada beberapa jenis formulasi setelah ditambahkan dengan air


No


Jenis Formulasi

Perubahan yang Terjadi setelah di Tambahkan dengan Air
1
EC
Warna menjadi putih pekat atau putih seperti susu
2
WSC
Menyatu dengan air warna dari formulasi tetap sama seperti awalnya
3
WP
Formulasi kurang stabil sehingga perlu diaduk dan berwarna putih

4.1.2 Pembahasan
A.  Contoh-contoh Formulasi
1.    Contoh formulasi padat:
a.    Water Dispersable Granule (WDG): Formulasi dengan bentuk Granule akan tetapi dalam aplikasinya harus dilarutkan dengan air untuk disemprotkan.
b.    Dust (D): Formulasi tepung hembus siap pakai, penggunaannya dengan cara dihembuskan.
c.    Bait (B): Formulasi siap pakai dalam bentuk umpan, biasanya dipakai untuk rodentisida (umpan tikus).

2.    Contoh formulasi cair :
a.    Water Soluable Consentrate (WSC): Pekatan yang larut dalam air, jika dilarutkan dalam air membentuk ikatan yang homogen sehingga  tidak terjadi emulsi, penggunaan dengan cara disemprotkan.
b.    Aqueous Solution (AS): Pekatan dalam air dengan tingkat kelarutan yang tinggi, digunakan dengan cara disemprotkan.
c.    Soluable Liquid (SL) = WSC: Pekatan yang larut dalam air, hanya penamaan sesuai standard FAO adalah  SL, penggunaan dengan cara disemprotkan.
d.   Oil Concentrate (OC): Larutan dalam minyak, biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan menggunakan atomizer.
e.    Vapour Liquid ( VL ) : Larutan yang diuapkan dengan alat pemanas khusus.

3.    Contoh formulasi gas
a.    Capsulated Suspension (CS): Formulasi dengan bahan aktif yang tersimpan dalam micro capsul yang dapat disuspensikan kedalam air sebelum penggunaan, untuk formulasi jenis ini hanya dapat digunakan dengan metoda penyemprotan saja.
b.    Aerosol (AE): Formulasi yang berbentuk partikel padat yang melayang di udara, biasanya dalam bentuk siap pakai.



B.  Nama Dagang, Bahan Aktif, Kandungan Bahan Aktif, dan Formulasi dari Insektisida, Fungisida, Herbisida, Rodentisida, dan Fumigan
1.    Insektisida
a.    Nama dagang: Bomber 20 EC, bahan aktif: Permetrin, kandungan bahan aktif: 20 g/l, dan jenis formulasi: cair.
b.    Nama dagang: BRASSO 250 EC, bahan aktif: Sipermetrin, kandungan bahan aktif: 250 g/l, dan jenis formulasi: cair.
c.    Nama dagang: INDOCRON 500 EC, bahan aktif: Profenofos, kandungan bahan aktif: 500 g/l, dan jenis formulasi: cair.
d.   Nama dagang: DELTA 25 EC, bahan aktif: Deltametrin, kandungan bahan aktif: 25 g/l, dan jenis formulasi: cair.

2.    Fungisida
a.    Nama dagang: Cuprafit OB 21, bahan aktif: Tembagaoksiklorida, kandungan bahan aktif: 50%, dan jenis formulasi: padat.
b.    Nama dagang: Ridomil, bahan aktif: Metalaksil, kandungan bahan aktif: 35%, dan jenis formulasi: padat.
c.    Nama dagang: Revus, bahan aktif: Mandipropamid, kandungan bahan aktif: 250 g/l, dan jenis formulasi: cair.

3.    Herbisida
a.    Nama dagang: NUFARIS, bahan aktif: Isopropilaminaglifosat, kandungan bahan aktif: 50%, dan jenis formulasi: cair.
b.    Nama dagang: ALLY 20 WDG, bahan aktif: Metil Metsulfuron, kandungan bahan aktif: 20 %, dan jenis formulasi: padat.
c.    Nama dagang: FENOMIN, bahan aktif: Dimetil Amina, kandungan bahan aktif: 865 gr/l, dan jenis formulasi: cair.



4.    Rodentisida
a.    Nama dagang: Rattropik, bahan aktif: Bromodiolon, kandungan bahan aktif: 0,005%, dan jenis formulasi: padat.
b.    Nama dagang: Klerat, bahan aktif: Bromodiolon, kandungan bahan aktif: 0,005%, dan jenis formulasi: padat.
c.    Nama dagang: Rodex, bahan aktif: Bromodiolon, kandungan bahan aktif: 0,005%, dan jenis formulasi: padat.
5.    Fumigan
a.    Nama dagang: Phostoxin 56 Tb, bahan aktif: Aluminium Phosphide, kandungan bahan aktif: 56%, dan jenis formulasi: padat.
b.    Nama dagang: Toxphos 56 Tb, bahan aktif: Aluminium Phosphide, kandungan bahan aktif: 56%, dan jenis formulasi: padat.

C.  Perubahan Warna pada Beberapa Formulasi Pestisida
Formulasi EC ketika di campurkan kedalam air perubahan warna menjadi putih pekat atau putih seperti susu hal ini dikarenakan terjadinya suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air. Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi yang berwarna putih pekat/ putih susu, berarti hasil dari percobaan menunjukkan kesesuaian dengan literature. Dimana EC merupakan pestisida ditambahkan bahan emulsi (pencampur minyak), dengan demikian bahan aktif yang hanya larut dalam minyak dapat larut juga di dalam air, membentuk larutan seperti susu saat dicampur dengan air, bersifat stabil saat dicampur air, sehingga tidak perlu diaduk terus menerus selama pemakaian.
Formulasi WSC ketika dicampurkan dengan air formulasi ini langsung menyatu dengan air warna dari formulasi tetap sama seperti awalnya. Ini menunjukkan bahwa sistem solvent yang digunakan berbasis air bukan minyak. Oleh sebab itu, formulasi WCS jika dicampur dengan air akan membentuk larutan homogen.
Formulasi WP ketika dicampurkan dengan air formulasi kurang stabil sehingga perlu diaduk hingga membentuk suspensi didalam air dan berwarna putih. Hasil ini menunjukkan memang benar formulasi WP akan membentuk suspensi ketika dicampur dengan air.

4.2 Praktikum Kedua: Pengenalan Fungsi dari Surfaktan
4.2.1 Hasil
Pengenalan fungsi dari surfaktan dilakukan dengan mengamati jenis campuran dari masing-masing bahan. Setelah diamati diperoleh data seperti yang disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Keadaan campuran berbagai jenis bahan-bahan dengan air
No
Jenis Campuran
Keadaan Campuran
Tanpa Detergen
Ditambah Detergen
1
Air+twinn 80+minyak
Tercampurannya baik putih kekuningan
-
2
Air+kopi
Tercampur tapi cepat mengendap
Tercampur hitam pekat
3
Air+debu
Tercampurnya susah  (keruh mengendap)
Tercampur dengan cepat  (hitam pekat)
4
Air+asam oleat+minyak
Tidak tercampur (minyak dan asam olenak terpisah)
-
5
Air+minyak
Tidak tercampur (terpisah minyak diatas dan air dibawah)
-
6
Air+surfaktan twin 80
Tercampur berwarna putih
-
7
Air+tepung
Pencampurannya lama
Tercampur (lebih pekat)



4.2.2 Pembahasan
A.  Debu kering, Tepung, Susu/kopi, minyak dibagi 2 bagian, yang Satu dicampur dengan Detergen Secara Merata, yang Satu Lagi Tidak ditambahkan Detergen
Surfaktan merupakan bahan yang selalu ditambahkan kedalam formulasi suatu pestisida dengan tujuan tertentu, sebagai agen pendispersi (dispersant), agen pembasah (wetting agent).
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel.
Bahan-bahan seperti debu kering, tepung, susu/kopi, minyak dibagi 2 bagian, yang satu dicampur dengan detergen secara merata, yang satu lagi tidak ditambahkan detergen. Didapatkanlah hasil seperti tabel 4.2 yang dimana dapat diketahui bahan-bahan yang tanpa ditambahkan detergen susah tercampur dengan baik, ada yang tercampur, dan ada yang tidak tercampur. Sedangkan dengan titambahkan detergen bahan-bahan lebih mudah untuk tercampur.
Bubuk kopi, tepung, dan debun yang ditambahkan dengan detergen warnanya lebih pekat dibandingkan yyang tanpa detergen. Semakin bagus surfaktan maka semakin bagus pula perncampuran yang akan terjadi. Hal yang dapat mempengaruhi tercampurnya bahan-bahan tersebut juga tergantung banyaknya konsentrasi yang ditambahkan.

B.  Teteskan Daun Talas dengan Air Murni dan Bandingkan dengan Air yang Sudah dicampur Detergen
Pada saat air murni diletakkan pada daun talas, daun talas tidak terbasahi karena pada daun talas terdapat lapisan lilin yang menghambat masuknya air kedalam organ daun talas. Sedangkan pada saat air dicampurkan dengan detergen terlebih dahulu maka terjadi suatu proses pembasahan saat diletakkan pada daun talas. Lapisan daun lilin talas menjadi rusak sehingga larutan air dan surfaktan tersebut dapat membasahi daun talas.

C.  Tangan yang diolesi Minyak, Coba dibilas dengan Air Murni kemudian dibandingkan dengan Air yang dicampur Detergen Gosok-gosok Sedikit
Tangan yang dibilas dengan air murni tidak bisa menghilangkan minyak pada tangan, sedangkan yang dibilas dengan air yang ditambahkan detergen minyak menjadi gampang tercuci dari tangan. Hal itu terjadi oleh karena.
Deterjen adalah sebuah senyawa yang memudahkan proses pembersihan dan mengandung bahan surfaktan. Surfaktan adalah senyawa kimia yang dalam molekulnya memiliki dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung yang biasa disebut kepala (hidrofil), sifatnya suka air dan ujung yang disebut ekor (lipofil), sifatnya tidak suka air. Dalam proses pencucian menggunakan air, bagian hidrofil akan berinteraksi dengan air sedangkan bagian lipofil akan berinteraksi dengan kontaminan seperti pestisida. Dengan demikian surfaktan bertindak sebagai jembatan dan dengan sendirinya akan meningkatkan efektifitas pencucian pestisida menggunakan air. Karena sifat inilah detergen mampu mengangkat kotoran dari tangan yang telah diberikan minyak.

D.  Fungsi Surfaktan dibidang Pertanian
Fungsi surfaktan dibidang pertanian dapat dilihat dari banyaknya produk-produk pestisida yang ada. Produk-produk semacam ini  berfungsi untuk  merekatkan larutan semprot pestisida pada permukaan daun atau bagian tanaman. Surfaktan bekerja dengan cara meningkatkan adesi partikel ke bidang sasaran, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya butiran semprot pestisida luruh  (roll off) atau tercuci akibat guyuran air hujan. Beberapa diantara produk-produk ini juga berfungsi mengurangi penguapan. Kebanyakan produk perekat yang dijual dipasaran juga merupakan bahan perata  (surfaktan).
Surfaktan membantu membasahi bidang sasaran semprot dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Dengan demikian, butiran semprot akan lebih mudah menempel pada bidang sasaran.
Penggunaan surfaktan dapat mencegah butiran semprot luruh dari bidang sasaran, terutama untuk tanaman yang daunnya  berlilin atau berbulu-bulu halus. Namun penggunaan surfaktan yang berlebihan justru akan meningkatkan aliran (run off) yang mengakibatkanefikasi pestisida menjadi berkurang. Bahan pengemulsi (emulsifier) adalah bahan yang digunakan untuk membantu pembentukan emulsi. Jika minyak dicampur ke dalam air, minyak dan air akan terpisah. Jika kedalam campuran tersebut ditambahkan emulsifier dan kemudian diaduk, campuran minyak dan air tersebut akan membentuk emulsi (Wordpress, 2009).

4.3 Praktikum Ketiga: Mengenal Sifat-sifat Asam dan Basa
4.3.1 Hasil
Mengenal sifat-sifat asam dan basa dilakukan dengan menguji air dengan kertas lakmus. Setiap jenis air yang ada ditaruh dalam cawan petri setelah itu amati. Setelah diamati diperoleh data seperti yang disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. pH pada setiap jenis air yang diuji
No
Jenis
pH
1
Air Kapur
12   (basa)
2
Air Sumur
7    (netral)
3
Air PAM
7    (netral)
4
Fungisida (Topsin)
7    (netral)
5
Air Kali
6-7 (netral)
6
Insektisida (Matador)
4        (asam)



4.3.2 Pembahasan
A.    Perubahan  Warna dari Kertas Lakmus
Berdasarkan sifat keasaman suatu larutan, maka larutan dapat digolongkan kedalam: larutan yang bersifat asam, basa dan netral. Sebagai cara yang digunakan untuk menyatakan derajat keasaman, digunakan satuan PH yang sebetulnya adalah nilai logaritma dari konsentrasi ion hidrogen. Nilai PH berkisar antara 0 -14. Larutan yang mempunyai PH 0 - <7 adalah bersifat asam, >7 – 14 adalah bersifat basa, sedangkan kalau tepat 7 dinamakan netral. Dalam praktikum ini kita akan menggunakan kertas indikator (petunjuk) untuk menunjukkan larutan apakah bersifat asam, basa atau netral. Kertas lakmus yang digunakan ada yang berwarna merah atau biru.
Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa air sumur, air PAM, air yang ditambahkan fungisida (Topsin), dan air kali memiliki pH netral yaitu pH 7. Kandungan pH terendah terdapat pada air yang ditambahkan insektisida (Matador) yaitu dengan pH 4 yang berarti asam. Sedangkan kandungan pH tertinggi terdapat pada air kapur yaitu dengan kandungan pH 12.
Air kapur memiliki kandungan pH tertinggi oleh karena air kapur memiliki kandungan garam yang banyak. pH merupakan kandungan garam. Semakin banyak kandungan garam suatu air maka akan semakin tinggi kandungan pH yang dimilikinya. Sedangkan semakin rendah kandungan garam yang dimiliki oleh air maka semakin rendah pula kandungan garamnya seperti pada air yang telah ditambahkan dengan insektisida (Matador).

B.     Pestisida yang Bersifat Asam tidak Boleh dicampur dengan Pestisida yang Bersifat Basa
Pestisida yang bersifat asam tidak boleh dicampurkan dengan pestisida yang bersifat basa karena jika keduanya dicampurkan akan membentuk garam. Garam adalah senyawa yang terbentuk dari reaksi asam dan basa. Tingkat garam pada tanaman yang berlebih menyebabkan tingkat racun yang lebih tinggi juga. Sehingga akan menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga tanaman dapat mati.

4.4 Praktikum Keempat: Pengamatan Gejala Keracunan Pestisida
4.4.1 Hasil
Pengamatan gejala keracunan pestisida yang dilakukan adalah dengan mengamati dosis lethal dari Matador 25 EC terhadap jangkrik dan rotenon terhadap ikan-ikan kecil. Setelah diamati kurang lebih 30 menit diperoleh data seperti yang disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Gejala keracunan pestisida pada jangkrik dan ikan-ikan kecil
No
Organisme
Gejala
Waktu Mati
1
Jangkrik pertama
Menggaruk mulut, menggaruk antena, kejang-kejang, lemas, dan akhirnya mati
20 menit
2
Jangkrik kedua
Menggaruk mulut, menggaruk antena, kejang-kejang, lemas, dan akhirnya mati
21 menit
3
Ikan-ikan kecil (pertama)
Ikan mulai panik, bergerak naik turun, lemas dan kemudian mati
11 menit
4
Ikan-ikan kecil (kedua)
Ikan mulai panik, bergerak naik turun, lemas dan kemudian mati
10 menit

4.4.2 Pembahasan
Tosisitas (toxisity) atau daya racun adalah sifat bawaan pestisida yang menggambar potensi pestisida untuk menimbulkan kematian langsung (atau bahaya lainnya) pada hewan tingkat tinggi, termasuk manusia. Pada praktikum gejala keracunan pestisida dilakukan dua percobaan yaitu dengan pestisida Matador 25  pada jangkrik dan rotenon pada ikan-ikan kecil. Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan waktu antara jangkrik pertama dan jangkrik kedua namun gelaja toksisitasnya sama dimulai dari menggaruk mulut, mengaruk antena, kejang-kejang, lemas, dan akhirnya mati.
Rotenon merupakan akar dari tanaman tuba yang bisa digunakan sebagai pestisida alami. Pada percobaan kedua dialakukan uji coba rotenon terhadap ikian-ikan kecil. Terlihat pada tabel 4.4 terjadi perbedaan waktu antara ikan-ikan kecil pertama dan ikan-ikan kecil kedua akan tetapi gejala keracunannya sama yaitu dimulai dari ikan mulai panik, bergerak naik turun, lemas dan kemudian mati. Perbedaan waktu antara percobaan ikan-ikan kecil pertama dan ikan-ikan kecil kedua tidak terlalu lama berselang antara satu menit.
            Adanya perbedaan waktu antara percobaan pertama pada jangkrik dan ikan-ikan kecil dipengaruhi juga oleh konsentrasi pestisida yang diberikan. Semakin besar dosis yang diberikan maka daya mematikan pestisida terhadap sasarannya akan semakin cepat. Begitu pula sebaliknya jika dosis semakin sedikit maka daya mematikan pestisida terhadap sasarannya akan semakin lambat.

4.5 Praktikum Kelima: Uji Atraktan (Minyak Atsiri, Petrogenol, dan Bahenol)
4.5.1 Hasil
Uji atraktan yang dilakukan ialah membandingkan atraktan yang paling disukai oleh lalat buah. Perangkap masing-masing diberi atraktan yang berbeda lalu diamati. Setelah diamati selama lima hari diperoleh data seperti yang disajikan pada Tabel 4.5.







Tabel 4.5 Jumlah lalat buah disetiap perangkap yang diisi jenis atraktan yang berbeda

No

Jenis Atraktan
Jumlah Lalat Buah
Kelas A
Kelas B
Klp 1
Klp 2
Klp 3
Klp 1
Klp 2
Klp 3
1
Minyak Atsiri
12
-
-
238
-
-
2
Petrogenol
-
1
-
-
621
-
3
Bahenol
-
-
18
-
-
21

4.5.2 Pembahasan
Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam tiga cara, yaitu: mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap, serta mengacaukan lalat buah dalam perkawinan, berkumpul, dan cara makan. Atraktan ini tidak membunuh serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya dapat menagkap hama lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau dampak negatif dari penggunaannya.
Pada praktikum yang dilakukan perangkap masing-masing diisi dengan atraktan yang berbeda-beda. Perangkap 1 berisi minyak atsiri, perangkap 2 berisi petrogenol, dan perangkap 3 berisi bahenol. Ketiga perangkap ini dibagikan kemasing-masing kelompok. Kelompok yang ada berasal dari kelas A dan B. Masing-masing kelompok memasang perangkap ditempat-tempat yang berbeda. Kelas A dipasang pada masing-masing rumah anggota kelompok yang memiliki tanaman buah sedangkan kelas B memasangnya di kebun depan Gedung Pasca Sarjana
Kelas A yang terdiri dari masing-masing tiga kelompok yaitu kelmpok 1 dengan jenis atraktan minyak atsiri, kelompok 2 dengan jenis atraktan petrogenol, dan kelompok 3 dengan jenis atraktan bahenol. Kelompok 1 mendapatkan jumlah lalat buah sebanyak 12 ekor, kelompok 2 mendapatkan 1 ekor, dan kelompok 3 mendapatkan 18 ekor. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa atraktan dengan jenis bahenol mendapatkan jumlah lalat buah terbanyak. Sedangkan di kelas B kelompok 1 mendapatkan jumlah lalat buah sebanyak 238 ekor, kelompok 2 sebanyak 621 ekor, dan kelompok 3 sebanyak 21 ekor. Dapat dilihat di kelas B jenis atraktan yang paling banyak mendapat lalat buah adalah petrogenol berbeda dengan kelas A.  
Hal ini terjadi oleh karena beberapa faktor. Perbandingan antara jenis atraktan di kelas A dangan kelas B sanagat jauh. Faktor yang bisa mempengaruhi adalah faktor lingkungan. Setiap kelompok yang ada memasang perangkap ditempat-tempat yang berbeda-beda. Jenis atraktan jika dandingkan dari data hasil menunjukkan petrogenol mendapatka jumlah tertinggi yaitu 621 ekor lalat buah. Hal ini dapat terjadi karena keefektifan  petrogenol bergantung pada kondisi peletakan perangkap, semakin ternaungi sinar matahari semakin tahan lama dan sebaliknya semakin terbuka terhadap sinar matahari maka semakin cepat habisnya. Kandungan petrogenol mencapai puncaknya pada pagi hari, dan mulai menurun siang hari. Makin lama kandungan senyawa petrogenol makin menipis karena terbawa angin dan menguap bersama dengan udara.















BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa.
1.      Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Formulasi pestisida dapat dibedakan menjadi tiga yaitu formulasi padat contohnya WDO, D, dan B. Formulasi cair contohnya WSC, AS, SL, OC, dan VL. Fomulasi gas contohnya CS dan AE.
2.      Surfaktan merupakan bahan yang selalu ditambahkan kedalam formulasi suatu pestisida dengan tujuan tertentu, sebagai agen pendispersi (dispersant), agen pembasah (wetting agent). Di bidang pertania surfaktan dimanfaatkan dalam perekat, dan agen pengaktif permukaan pada suatu pestisida.
3.      Pestisida yang bersifat asam tidak boleh dicampurkan dengan pestisida yang bersifat basa karena jika keduanya dicampurkan akan membentuk garam.
4.      Semakin besar dosis yang diberikan maka daya mematikan pestisida terhadap sasarannya akan semakin cepat. Begitu pula sebaliknya jika dosis semakin sedikit maka daya mematikan pestisida terhadap sasarannya akan semakin lambat.
5.      Keefektifan petrogenol bergantung pada kondisi peletakan perangkap, semakin ternaungi sinar matahari semakin tahan lama dan sebaliknya semakin terbuka terhadap sinar matahari maka semakin cepat habisnya. Kandungan petrogenol mencapai puncaknya pada pagi hari, dan mulai menurun siang hari. Makin lama kandungan senyawa petrogenol makin menipis karena terbawa angin dan menguap bersama dengan udara.




5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, dapat saya sarankan sebagai berikut.
1.      Kepada petani agar lebih memperhatikan label atau merek dan dapat memilih pestisida dengan bijak supanya pestisida dapat tepat jenis, cara aplikasi, sasaran, waktu, dan takaran.
2.      Kepada mahasiswa agar meneliti dan membuat pestisida dari bahan-bahan ramah lingkungan yang dapat dijadikan pestisida alami sehingga tidak mencemari lingkungan.
3.      Kepada masyarakat agar lebih memperhatikan kebersihan lingkungan jangan sampai lingkungan rusak oleh pestisida.











DAFTAR PUSTAKA

Budi. 2011. “Toksisitas dan Formulasi Pestisida”. Tersedia pada: http://www.budidarma.com/2011/06/toksisitas-dan-formulasi-pestisida.html. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.
Intan. 2013. “Surfaktan”. Tersedia pada: http://intanint.blogspot.com/2013/12/makalah-surfaktan.html. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.
Kurnianto. 2013. “Lalat Buah (Bactrocera sp.)”. Tersedia pada: http://www.tanijogonegoro.com/2013/05/lalat-buah.html. Dilakses tanggal: 1 Desember 2015.
Munaf, Sjamsuir. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Jakarta: Widya Medika.

Pradana. 2014. “Sifat Asan dan Basa”. Tersedia pada: http://pradana15.blogspot.com/2014/07/laporan-praktikum-ilmu-hama-tumbuhan.html. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.

R.Tia. 2010. “Atraktan”. Tersedia pada: http://rtia.sh08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/laporan-percobaan-atraktan-ihtd/. Diakses tanggal: 1 Desember 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar