BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang merah merupakan
salah satu tanaman hortikultura yang penting sebagai sumber penghasilan petani dan dikonsumsi
orang setiap hari. Namun demikian, produktivitas rata-rata pada tingkat petani masih rendah, sementara potensi hasilnya bisa mencapai lebih
dari 10 t/ha (Anwar et al., 2003).
Kendala yang menyebabkan rendahnya hasil tersebut antara lain pemilihan varietas
dan tidak cukup tersedianya bibit dalam satu waktu yang tepat dibutuhkan petani serta serangan hama dan penyakit (Iriani et
al., 2000). Bibit
yang digunakan berasal dari umbi untuk konsumsi yang dibiarkan sampai pecah dormansinya (Putrasamedja, 2000). Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang bermutu dan berkualitas adalah dengan cara memperbaiki mutu genetik benih, yaitu dengan mutasi (Supriyanto, 2004; Maryati dan Adrianty, 2001; Baswarsiati, 2003).
Petani bawang merah menggunakan bermacam-macam varietas baik yang lokal
(70-90%) maupun impor (10-30%). Beberapa varietas lokal yang dominan ditanam
adalah Kuning Tablet, Bima Curut, Bima Curut, Bima Juna, Batu, Bima Karet,
Tuk-tuk dan Sumenep. Benih impor didatangkan dari Filipina, Vietnam dan
Thailand. Benih merupakan komponen teknologi yang signifikan meningkatkan
produksi bawang merah, karena itu penciptaan varietas diprioritaskan pada
perbaikan hasil, daya tahan terhadap hama dan penyakit, dan memiliki adaptasi
tinggi terhadap agroekosistem wilayah setempat. Terkait dalam hal ini selain
Balitsa sebagai instansi pemerintah, penciptaan varietas bisa dilakukan oleh
pemulia perorangan, maupun swasta. Sampai tahun 2011 telah dilepas 21 varietas
bawang merah berdaya produksi tinggi dan mempunyai ketahahan terhadap hama dan
penyakit tertentu (Dirjen Hortikultura, 2011).
Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa antara genotip tanaman dapat
mempengaruhi hasil panen. Oleh karena itu diperlukannya pemahaman akan interaksi
antara beberapa macam geotip bawang merah dan saat panen. Sehingga dapat
diketahui interaksi yang terjadi dan produksi tanaman bawang merah dapat dimaksimalkan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang adapun rumusan masalah adalah apakah ada interaksi antara enam genotip
bawang merah dan saat panen?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan adalah
untuk mengetahui apakah ada interaksi antara enam genotip bawang merah dan saat
panen.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Interaksi antara Enam Genotipe Bawang Merah dan saat Panen
Dalam Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian karangan Ubad Badrudin, Sunarto, dan Ponendi Hidayat menyatakan bahwa ada interaksi antara
perlakuan umur panen dan
genotipe bawang merah pada
variabel bobot kering askip
tanaman per rumpun. Galur K (V3) pada umur panen 70 hari setelah tanam (U2)
menunjukkan hasil paling baik. Adapun hasil dan pembahasan penelitiannya
sebagai berikut.
Tabel 1.
Interaksi antara genotipe bawang merah dan saat panen pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun
Genotipe
|
Umur
panen
|
|
U1 (60 hst)
|
U2 (70 hst)
|
|
V1 (galur A)
|
21,92 ab X
|
31,17 b X
|
V2 (galur B)
|
17,42 b Y
|
48,88 a X
|
V3 (galur K)
|
15,97 b Y
|
56,03 a X
|
V4 (varietas
Bima Juna)
|
22,77 ab X
|
33,42 b X
|
V5 (varietas
Kuning Tablet)
|
35,95 a Y
|
53,07 a X
|
V6 (varietas
Tiron)
|
8,02 b Y
|
30,08 b X
|
Keterangan
: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
DMRT 5%. Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Tabel 2.
Interaksi antara genotipe bawang merah dan saat panen pada variabel diameter umbi
Genotipe
|
Umur
panen
|
|
U1 (60 hst)
|
U2 (70 hst)
|
|
V1 (galur A)
|
1,448 b X
|
1,2 97 b X
|
V2 (galur B)
|
1,305 b X
|
1,5 42 b X
|
V3 (galur K)
|
1,878 a X
|
0,8 97 c Y
|
V4 (varietas
Bima Juna)
|
1,758 a X
|
1,8 78 a X
|
V5 (varietas
Kuning Tablet)
|
2,002 a X
|
1,8 70 a X
|
V6 (varietas
Tiron)
|
2,078 a X
|
1,4 80 b Y
|
Keterangan
: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
DMRT 5%. Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Enam genotipe
bawang merah dan saat panen terjadi interaksi pada variabel bobot kering askip
tanaman per rumpun (Tabel 1), dan diameter umbi (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 1
dapat dilihat bahwa galur A (V1) dan varietas Bima Juna (V4) untuk kedua
perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang sama, sehingga
membolehkan untuk dilakukan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1).
Kemudian galur B (V2), galur K (V3), varietas Kuning Tablet (V5), dan varietas
Tiron (V6) antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang
berbeda, sehingga mengharuskan untuk dilakukan pemanenan pada umur 70 hari setelah
tanam (U2).
Tindakan pemanenan
pada umur 60 hari setelah tanam (U1) menunjukkan bahwa diameter umbi yang
paling baik adalah varietas Tiron (V6), disusul varietas Kuning Tablet (V5),
galur K (V3), varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), dan terkecil galur B (V2),
namun untuk umur panen 70 hari setelah tanam sehingga mengharuskan untuk
dilakukan.
Tindakan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1) menunjukkan bahwa hasil bobot kering askip tanaman per rumpun yang paling baik adalah varietas Kuning Tablet (V5), disusul varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), galur B (V2), galur K (V3), dan terendah varietas Tiron (V6), namun untuk umur panen 70 hari setelah tanam (U2) galur K (V3) menunjukkan hasil yang paling baik, disusul varietas Kuning Tablet (V5), galur B (V2), varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), dan terendah
varietas Tiron (V6).
Terjadinya interaksi antara genotipe bawang
merah dan umur panen pada variabel
bobot kering askip tanaman per rumpun
merupakan manifestasi dari kandungan
kadar air yang berbeda pada umbi
bawang merah, karena saat panen dan
genotipe yang berbeda. Menurut Hilman
dan Asgar (1995) saat panen yang
masih muda menunjukkan pertumbuhan
tanaman masih tampak subur,
tetapi dengan semakin meningkatnya
umur tanaman yang diikuti oleh
proses penuaan dengan ditandai oleh daun-daun
tanaman yang semakin mengering,
maka susut bobot akan semakin
menurun. Tindakan pengeringan
mengakibatkan terjadinya penguapan
dan kehilangan air dari umbi bawang
merah berbeda-beda.
Tabel 2
menunjukkan bahwa galur A
(V1), galur B (V2), varietas Bima Juna (V4),
dan varietas Kuning Tablet (V5), pada
kedua perlakuan umur panen (U1 dan
U2) menunjukkan hasil yang sama, sehingga membolehkan untuk dilakukan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1). Kemudian galur K (V3) dan varietas Tiron (V6) antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang berbeda, pemanenan
pada umur 60 hari setelah tanam
(U1), karena lebih baik pada umur panen
tersebut. (U2) varietas
Bima Juna (V4) menunjukkan
hasil yang paling besar, disusul
varietas Kuning Tablet (V5), galur
B (V2), varietas Tiron (V6), galur A
(V1), dan terkecil adalah galur K (V3).
Interaksi ini didukung oleh variabel jumlah umbi per rumpun dengan perlakuan pemberian
pupuk K (K1) yang menunjukkan
semakin bertambah umur panen
(70 hst/U2) jumlah umbi per rumpun juga meningkat, sehingga hasil fotosintesis akan didistribusikan ke
dalam umbi tersebut. Distribusi fotosintat kedalam jumlah umbi yang banyak, akan menghasilkan ukuran atau diameter umbi yang kecil-kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiati et al., (2004)
ukuran umbi yang besar mengandung karbodidrat yang lebih banyak dibandingkan dengan ukuran umbi yang kecil. Karbohidrat merupakan bahan baku yang dapat diurai menjadi bahan-bahan lain dan disusun kembali menjadi berbagai bahan seperti gula, asam amino, protein, dan enzim.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan pembahasan
dapat disimbulkan bahwa adanya interaksi
antara perlakuan umur panen dan genotipe bawang merah pada variabel bobot kering askip tanaman per
rumpun. Galur K (V3) pada umur panen 70 hari setelah tanam (U2) menunjukkan
hasil paling baik.
3.2
Saran
Berdasarkan
pembahasan dan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut.
- Kepada petani agar lebih memperhatikan faktor genetik tanaman sebelum
membudidayakannya.
- Kepada mahasiswa agar lebih belajar dan memahami pengaruh faktor
genetik terhadap hasil tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Tanaman”. Tersedia pada: http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/26025/b67ccea3e7c78f9c070e0d32560f48f9. Diakses tanggal: 5 Maret 2016.
Badrudin,
Ubad., Sunarto.,
& Ponendi Hidayat. (2007). “Pertumbuhan dan Produksi Enam Genotipe Bawang Merah yang Diperlukan dengan Variansi Pupuk K dan saat Panen”. Jurnal Penelitian dan
Informasi Pertanian “Agrin”. Vol. 11, No. 2, http://jurnal.faperta.unsoed.ac.id/index.php/jurnal-agrin/article/download/71/55, 5 Maret 2016.
Erythrina. 2011. “Perbenihan dan Budidaya Bawang Merah”. Tersedia pada: http://sulut.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=7:prosiding-tahun-2011&download=76:perbenihan-dan-budidaya-bawang-merah&Itemid=0. Diakses tanggal: 5 Maret 2016.
Jumini., Ainun Marliah., & Rais Fahmi. (2011). “Respons Beberapa Varietas Bawang Merah Akibat Perbedaan Jarak Tanam dalam Sistem Tumpang Sari pada Lahan Bekas Tsunami”. J.
Floratek, Vol. 6, 55 – 61, http://jurnal.unsyiah.ac.id/floratek/article/download/499/419, 5 Maret 2016.
S.
Jazilah.,
Sunarto., & N. Farid. (2007). “Respon
Tiga Varietas Bawang Merah Terhadap Dua Macam Pupuk Kandang dan Empat Dosis
Pupuk Anorganik”. Jurnal
Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”. Vol.11, No. 1, http://jurnal.faperta.unsoed.ac.id/index.php/jurnal-agrin/article/download/63/46, 5 Maret 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar