Rabu, 18 Januari 2017

Interaksi antara Enam Genotipe Bawang Merah dan saat Panen

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting sebagai sumber penghasilan petani dan dikonsumsi orang setiap hari. Namun demikian, produktivitas rata-rata pada tingkat petani masih rendah, sementara potensi hasilnya bisa mencapai lebih dari 10 t/ha (Anwar et al., 2003). Kendala yang menyebabkan rendahnya hasil tersebut antara lain pemilihan varietas dan tidak cukup tersedianya bibit dalam satu waktu yang tepat dibutuhkan petani serta serangan hama dan penyakit (Iriani et al., 2000). Bibit yang digunakan berasal dari umbi untuk konsumsi yang dibiarkan sampai pecah dormansinya (Putrasamedja, 2000). Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang bermutu dan berkualitas adalah dengan cara memperbaiki mutu genetik benih, yaitu dengan mutasi (Supriyanto, 2004; Maryati dan Adrianty, 2001; Baswarsiati, 2003).
Petani bawang merah menggunakan bermacam-macam varietas baik yang lokal (70-90%) maupun impor (10-30%). Beberapa varietas lokal yang dominan ditanam adalah Kuning Tablet, Bima Curut, Bima Curut, Bima Juna, Batu, Bima Karet, Tuk-tuk dan Sumenep. Benih impor didatangkan dari Filipina, Vietnam dan Thailand. Benih merupakan komponen teknologi yang signifikan meningkatkan produksi bawang merah, karena itu penciptaan varietas diprioritaskan pada perbaikan hasil, daya tahan terhadap hama dan penyakit, dan memiliki adaptasi tinggi terhadap agroekosistem wilayah setempat. Terkait dalam hal ini selain Balitsa sebagai instansi pemerintah, penciptaan varietas bisa dilakukan oleh pemulia perorangan, maupun swasta. Sampai tahun 2011 telah dilepas 21 varietas bawang merah berdaya produksi tinggi dan mempunyai ketahahan terhadap hama dan penyakit tertentu (Dirjen Hortikultura, 2011).


Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa antara genotip tanaman dapat mempengaruhi hasil panen. Oleh karena itu diperlukannya pemahaman akan interaksi antara beberapa macam geotip bawang merah dan saat panen. Sehingga dapat diketahui interaksi yang terjadi dan produksi tanaman bawang merah dapat dimaksimalkan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang adapun rumusan masalah adalah apakah ada interaksi antara enam genotip bawang merah dan saat panen?

1.3 Tujuan
            Adapun tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui apakah ada interaksi antara enam genotip bawang merah dan saat panen.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Interaksi antara Enam Genotipe Bawang Merah dan saat Panen
Dalam Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian karangan Ubad Badrudin, Sunarto, dan Ponendi Hidayat menyatakan bahwa ada interaksi antara perlakuan umur panen dan genotipe bawang merah pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun. Galur K (V3) pada umur panen 70 hari setelah tanam (U2) menunjukkan hasil paling baik. Adapun hasil dan pembahasan penelitiannya sebagai berikut.
Tabel 1. Interaksi antara genotipe bawang merah dan saat panen pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun
Genotipe

Umur panen

U1 (60 hst)
U2 (70 hst)
V1 (galur A)
21,92 ab X
31,17 b X
V2 (galur B)
17,42 b Y
48,88 a X
V3 (galur K)
15,97 b Y
56,03 a X
V4 (varietas Bima Juna)
22,77 ab X
33,42 b X
V5 (varietas Kuning Tablet)
35,95 a Y
53,07 a X
V6 (varietas Tiron)
8,02 b Y
30,08 b X

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Tabel 2. Interaksi antara genotipe bawang merah dan saat panen pada variabel diameter umbi
Genotipe

Umur panen

U1 (60 hst)
U2 (70 hst)
V1 (galur A)
1,448 b X
1,2 97 b X
V2 (galur B)
1,305 b X
1,5 42 b X
V3 (galur K)
1,878 a X
0,8 97 c Y
V4 (varietas Bima Juna)
1,758 a X
1,8 78 a X
V5 (varietas Kuning Tablet)
2,002 a X
1,8 70 a X
V6 (varietas Tiron)
2,078 a X
1,4 80 b Y

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Enam genotipe bawang merah dan saat panen terjadi interaksi pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun (Tabel 1), dan diameter umbi (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa galur A (V1) dan varietas Bima Juna (V4) untuk kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang sama, sehingga membolehkan untuk dilakukan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1). Kemudian galur B (V2), galur K (V3), varietas Kuning Tablet (V5), dan varietas Tiron (V6) antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga mengharuskan untuk dilakukan pemanenan pada umur 70 hari setelah tanam (U2).
Tindakan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1) menunjukkan bahwa diameter umbi yang paling baik adalah varietas Tiron (V6), disusul varietas Kuning Tablet (V5), galur K (V3), varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), dan terkecil galur B (V2), namun untuk umur panen 70 hari setelah tanam sehingga mengharuskan untuk dilakukan.
Tindakan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1) menunjukkan bahwa hasil bobot kering askip tanaman per rumpun yang paling baik adalah varietas Kuning Tablet (V5), disusul varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), galur B (V2), galur K (V3), dan terendah varietas Tiron (V6), namun untuk umur panen 70 hari setelah tanam (U2) galur K (V3) menunjukkan hasil yang paling baik, disusul varietas Kuning Tablet (V5), galur B (V2), varietas Bima Juna (V4), galur A (V1), dan terendah varietas Tiron (V6).
Terjadinya interaksi antara genotipe bawang merah dan umur panen pada variabel bobot kering askip tanaman per rumpun merupakan manifestasi dari kandungan kadar air yang berbeda pada umbi bawang merah, karena saat panen dan genotipe yang berbeda. Menurut Hilman dan Asgar (1995) saat panen yang masih muda menunjukkan pertumbuhan tanaman masih tampak subur, tetapi dengan semakin meningkatnya umur tanaman yang diikuti oleh proses penuaan dengan ditandai oleh daun-daun tanaman yang semakin mengering, maka susut bobot akan semakin menurun. Tindakan pengeringan mengakibatkan terjadinya penguapan dan kehilangan air dari umbi bawang merah berbeda-beda.
Tabel 2 menunjukkan bahwa galur A (V1), galur B (V2), varietas Bima Juna (V4), dan varietas Kuning Tablet (V5), pada kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang sama, sehingga membolehkan untuk dilakukan pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1). Kemudian galur K (V3) dan varietas Tiron (V6) antara kedua perlakuan umur panen (U1 dan U2) menunjukkan hasil yang berbeda,  pemanenan pada umur 60 hari setelah tanam (U1), karena lebih baik pada umur panen tersebut. (U2) varietas Bima Juna (V4) menunjukkan hasil yang paling besar, disusul varietas Kuning Tablet (V5), galur B (V2), varietas Tiron (V6), galur A (V1), dan terkecil adalah galur K (V3).
Interaksi ini didukung oleh variabel jumlah umbi per rumpun dengan perlakuan pemberian pupuk K (K1) yang menunjukkan semakin bertambah umur panen (70 hst/U2) jumlah umbi per rumpun juga meningkat, sehingga hasil fotosintesis akan didistribusikan ke dalam umbi tersebut. Distribusi fotosintat kedalam jumlah umbi yang banyak, akan menghasilkan ukuran atau diameter umbi yang kecil-kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiati et al., (2004) ukuran umbi yang besar mengandung karbodidrat yang lebih banyak dibandingkan dengan ukuran umbi yang kecil. Karbohidrat merupakan bahan baku yang dapat diurai menjadi bahan-bahan lain dan disusun kembali menjadi berbagai bahan seperti gula, asam amino, protein, dan enzim.



BAB III 
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimbulkan bahwa adanya  interaksi antara perlakuan umur panen dan genotipe bawang merah pada variabel bobot kering askip  tanaman per rumpun. Galur K (V3) pada umur panen 70 hari setelah tanam (U2) menunjukkan hasil paling baik.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut.
  1. Kepada petani agar lebih memperhatikan faktor genetik tanaman sebelum membudidayakannya.
  2. Kepada mahasiswa agar lebih belajar dan memahami pengaruh faktor genetik terhadap hasil tanaman.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman”. Tersedia pada: http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/26025/b67ccea3e7c78f9c070e0d32560f48f9. Diakses tanggal: 5 Maret 2016.

Badrudin, Ubad., Sunarto., & Ponendi Hidayat. (2007). “Pertumbuhan dan Produksi Enam Genotipe Bawang Merah yang Diperlukan dengan Variansi Pupuk K dan saat Panen”. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”. Vol. 11, No. 2, http://jurnal.faperta.unsoed.ac.id/index.php/jurnal-agrin/article/download/71/55, 5 Maret 2016.


Jumini., Ainun Marliah., & Rais Fahmi. (2011). “Respons Beberapa Varietas Bawang Merah Akibat Perbedaan Jarak Tanam dalam Sistem Tumpang Sari pada Lahan Bekas Tsunami”. J. Floratek, Vol. 6, 55 – 61, http://jurnal.unsyiah.ac.id/floratek/article/download/499/419, 5 Maret 2016.

S. Jazilah., Sunarto., & N. Farid. (2007). “Respon Tiga Varietas Bawang Merah Terhadap Dua Macam Pupuk Kandang dan Empat Dosis Pupuk Anorganik”. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin”. Vol.11, No. 1, http://jurnal.faperta.unsoed.ac.id/index.php/jurnal-agrin/article/download/63/46, 5 Maret 2016.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar